MANAJEMEN PELATIHAN
SEBAGAI SUATU SISTEM
Untuk dapat menjalankan suatu bisnis atau usaha secara sukses, diperlukan suatu manajemen tentang kualitas produk maupun jasa, dan manajemen produktivitas tenaga kerja, baik terhadap orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan, orang-orang yang berkaitan dengan perusahaan maupun orang-orang yang menggunakan produk. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendiskripsikan suatu sistem manajemen secara jelas dan tepat. Sistem manajemen mungkin dapat meliputi; registrasi, buku catatan, instruksi jajaran manajemen sebagai buku kerja, dan mungkin juga memori atau ide-ide yang masih ada dalam pikiran.
Pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja atau suatu kelompok unit kerja dengan menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (andragogi) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja.
Pelatihan sebagai suatu sistem sekurang-kurangnya terdiri dari 5 (lima) proses sebagai suatu sub-sistem yang terintegral, kelima sistem tersebut adalah:
1. Proses Identifikasi Kebutuhan Pelatihan;
2. Proses Perencanaan Pelatihan;
3. Proses Pengembangan Pelatihan;
4. Proses Penyelenggaraan Pelatihan; dan
5. Proses Evaluasi dan Pelaporan Pelatihan.
Pelatihan akan dapat berhasil dengan baik apabila dilaksanakan dengan mengikuti tahapan keseluruhan proses tersebut secara terintegral. Program Pelatihan mula-mula harus dikembangkan melalui proses identifikasi kebutuhan. Dari hasil identifikasi kebutuhan selanjutnya akan dapat dirumuskan perencanaan Pelatihan yang mencakup penentuan tujuan pelatihan dengan sasaran perubahan aspek-aspek perilaku koqnitif, efektif dan psikomotor peserta pelatihan.
Setelah tujuan pelatihan dirumuskan secara benar, selanjutnya harus dirancang dan dikembangkan strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi program pelatihan tersebut antara lain meliputi; pemilihan peserta, penentuan tujuan dan sasaran secara spesifik, penentuan jenis training, penjadwalan, penetapan pelatih atau pengajar, sarana dan prasarana, anggaran biaya, evaluasi dan pelaporan penyelenggaraan training. Kemudian setelah program pelatihan tersusun, maka pelatihan siap untuk dilaksanakan.
Setiap penyelenggaraan pelatihan di perusahaan harus sebagai suatu sistem yang terintegrasi dengan program-program pelatihan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar apa yang telah direncanakan dari program pelatihan tidak tumpang tindih (overlaping) antara pelatihan yang satu dengan yang lain. Dengan demikian, sebelum menyusun program pelatihan, sebaiknya perlu mengetahui gambaran keseluruhan dari pelatihan yang dibutuhkan untuk semua pihak yang ada di dalam perusahaan. Agar pelaksanaan training dapat berjalan secara efisien dan efektif, diperlukan penanggung jawab penyelenggara pelatihan. Untuk perusahaan skala menengah dan kecil, penanggung jawab dapat ditangani langsung oleh pemilik atau pengurus perusahaan. Sedangkan untuk perusahaan skala besar, sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pelatihan mungkin training officer, manajer personalia/manajer SDM.
A. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
Kebutuhan pelatihan dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kemampuan dan ketrampilan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas secara optimal (what should be) dan kemampuan yang dimiliki (what is). Sedangkan identifikasi kebutuhan pelatihan adalah suatu studi secara sistematis dan sistemik dalam rangka pengambilan keputusan tentang perlu tidaknya dilakukan training dengan memanfaatkan data dan fikiran dari berbagai sumber informasi. Secara lebih luas dapat diartikan bahwa identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan serangkaian kegiatan untuk menemu kenali adanya masalah-masalah yang timbul di perusahaan dan untuk menentukan perlu tidaknya kegiatan pelatihan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah di perusahaan tersebut.
Penentuan kebutuhan pelatihan harus dilakukan untuk memilih program pelatihan yang memang perlu dilaksanakan dan sesuai dengan kebutuhan di tempat kerja. Hal ini penting, jangan sampai pelaksanaan pelatihan menyebabkan kekecewaan para peserta karena pelatihan yang diikuti tidak dirasakan manfaatnya bagi yang bersangkutan. Adapun tujuan identifikasi kebutuhan pelatihan antara lain untuk:
Penetapan program pelatihan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan;
Efisiensi dalam biaya penyelenggaraan pelatihan;
Penetapan skala prioritas sesuai kebutuhan mendesak dari suatu pelatihan; dan
Pembinaan dan pengembangan karier peserta.
Untuk dapat menetapkan kebutuhan pelatihan diperlukan adanya kegiatan penjajakan yang meliputi aspek; calon peserta pelatihan, jenis pelatihan, materi pelatihan, prioritas, biaya, dll. Dalam melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan hendaknya didiskusikan secara periodik dengan pihak manajemen maupun tenaga kerja, untuk membicarakan masalah-masalah yang sedang dihadapi di perusahaan. Dari hasil identifikasi kebutuhan, diharapkan akan dapat mengungkapkan gambaran kekurangan kompetensi dalam pelaksanaan tugas, hal ini merupakan dasar untuk merancang program pelatihan yang efektif.
Pada saat melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan harus bertitik tolak dari masalah-masalah yang sedang dihadapi di perusahaan. Selanjutnya hasil identifikasi diinventarisasi, dipilah-pilah sampai ditemukan masalah yang spesifik atas kekurang pengetahuan dan ketrampilan untuk menangani suatu masalah. Pada akhirnya, proses penyelenggaraan pelatihan adalah dimaksudkan untuk menghilangkan kesenjangan (gap) antara keadaan yang ada (masalah) dengan keadaan yang ingin dicapai.
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Pelatihan
Kebutuhan pelatihan selalu diindikasikan dengan munculnya beberapa kondisi tertentu atas suatu perubahan keadaan yang jika dilakukan pelatihan akan dapat mengatasi perubahan, tuntutan dan masalah yang muncul di perusahaan.
a. Faktor Internal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan pelatihan antara lain:
Adanya perubahan sistem kerja dan promosi;
Adanya kekurang pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja untuk mengatasi suatu masalah yang selalu muncul di perusahaan;
Adanya tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghendaki adanya perubahan, dll.
b. Faktor Eksternal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan pelatihan antara lain:
Adanya peraturan perundangan yang mewajibkan untuk dipatuhi oleh suatu organisasi kerja;
Adanya tuntutan pasar terhadap pemenuhan standar mutu;
Adanya transfer teknologi baru bagi pengembangan suatu industri, dll.
2. Teknik Identifikasi Kebutuhan pelatihan
Teknik identifikasi kebutuhan pelatihan pada dasarnya merupakan cara untuk mencari dan memperoleh informasi dalam rangka untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan di perusahaan. Salah satu teknik identifikasi kebutuhan adalah melalui pendekatan analisis kinerja. Langkah-langkah yang tercakup di dalam prosedur analisis kinerja adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi Peraturan/ Standar Baku dan Kinerja. Setiap orang dalam satuan organisasi kerja harus bekerja sesuai dengan peraturan dan standar yang ditetapkan. Suatu masalah akan timbul apabila seorang tenaga kerja bekerja tidak sesuai dengan peraturan dan standar yang ditetapkan. Pada tingkat perusahaan, standar kinerja yang harus ditetapkan meliputi:
Misi perusahaan;
Tujuan, sasaran dan target yang ingin dicapai;
Standar prosedur kerja aman;
Kebijakan dan komitmen perusahaan terhadap penerapan peraturan perundangan;
Petunjuk kerja, dll.
b. Identifikasi Masalah. Jika peraturan/standar dan kinerja telah diketahui, maka masalah yang ada akan dapat ditentukan, yaitu dengan membandingkan antara peraturan/standar yang harus diterapkan dengan kemampuan tenaga kerja yang ada. Selanjutnya perlu disusun rumusan masalah secara jelas. Rumusan masalah harus didukung dengan fakta dan data serta sedapat mungkin terukur.
c. Identifikasi Bukti-bukti Masalah. Seringkali terjadi antara apa yang kita duga sebagai masalah ternyata bukanlah masalah yang sebenarnya. Atau kita sering terkecoh dengan menyimpulkan bahwa suatu masalah telah diidentifikasi, padahal yang teridentifikasi masih berupa gejala-gejala masalahnya. Untuk mengatasi hal tersebut, perlunya melengkapi masalah yang sudah diidentifikasi dengan bukti-bukti kongkrit yang mendukung adanya masalah. Dengan demikian, diusahakan agar bukti-bukti dimaksud bersifat kuantitatif. Bila tidak memungkinkan bukti-bukti dimaksud harus dibuat seobjektif mungkin dan tidak direkayasa.
d. Identifikasi Penyebab Masalah. Pada tahap ini perlu dicari penyebab masalah yang sedang dihadapi dan untuk memudahkan dalam pemilihan alternatif pemecahan masalah. Jika masalah dan bukti-bukti telah diidentifikasi maka selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap faktor penyebab timbulnya masalah. Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut dianalisis, apa yang menjadi penyebabnya.
e. Identifikasi Solusi Masalah. Pada tahap ini perlu dikembangkan alternatif pemecahan masalah yang selanjutnya dipilih beberapa alternatif terbaik sebagai upaya pemecahan masalah baik melalui program pelatihan atau program non- pelatihan. Suatu hal yang perlu digaris bawahi, bahwa setiap solusi yang diajukan harus merupakan hasil analisis kinerja dan solusi yang mendalam. Misalnya, jika kita mengusulkan solusi melalui pelatihan peningkatan kesadaran tenaga kerja di dalam mematuhi peraturan perundang-undangan, maka hal ini harus didasarkan pada informasi yang lengkap dan kongkrit di perusahaan. Berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan pelatihan dapat ditetapkan program pelatihan sebagai tindak lanjut pemecahan masalah yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku tenaga kerja dalam melaksanakan tugas-tugas secara produktif, efektif dan efisien.
3. Komponen-Komponen yang perlu Diidentifikasi
a. Identifikasi Group Kerja. Untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan pelatihan kerja di perusahaan, tenaga kerja dapat dilibatkan dalam group kerja bersama yang berbasis pada:
Area yang menjadi tanggung jawabnya.
Penekanan group kerja dengan rata-rata produktivitas rendah.
Pekerjaan dan tugas-tugas group kerja.
Selanjutnya, perlu didiskripsikan secara jelas tentang perbedaan group kerja yang menjadi target dari kebutuhan tertentu dari program pelatihan. Contoh perbedaan group kerja yang menjadi target dalam identifikasi kebutuhan training yang berbeda antara lain:
Group senior manajer;
Group jajaran manajer dan supervisor;
Tenaga kerja baru atau yang baru pindah tugas;
Group yang bertanggung jawab menangani prosedur kerja;
Operator mesin-mesin dan alat-alat tertentu yang mengharuskan adanya sertifikasi;
Kontraktor;
Orang lain yang berkunjung ke perusahaan, dll.
b. Identifikasi Jenis Pelatihan yang Dibutuhkan. Dari hasil identifikasi kebutuhan pelatihan akan diketahui kebutuhan pelatihan apa saja yang dapat dilakukan pada masing-masing group kerja. Sementara itu, kesenjangan/gap yang terjadi dapat diidentifikasi melalui:
Penilaian tentang diskripsi tugas-tugas dan kedudukan/jabatan;
Identifikasi area tempat kerja, proses produksi;
Adanya beberapa perubahan di tempat kerja yang di rencanakan;
Peninjauan kembali terhadap masalah-masalah yang belum terpecahkan;
Selanjutnya, akan sangat efektif dan sangat menguntungkan apabila sering dilakukan suatu pendekatan pelatihan tertentu, agar antara manajer, supervisor dan petugas perwakilan tenaga kerja hadir dan duduk bersama-sama dalam sebuah pelatihan khusus. Hal ini disebabkan karena banyak masalah-masalah yang muncul di perusahaan membutuhkan kerja sama antara mereka di dalam pemecahan masalah.
B. Perencanaan Program pelatihan di Perusahaan
Perencanaan program pelatihan merupakan proses kedua setelah identifikasi kebutuhan pelatihan. Proses perencanaan pelatihan harus didasarkan pada hasil identifikasi kebutuhan yang telah dilakukan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa program pelatihan yang diselenggarakan harus terintegrasi kedalam program pelatihan organisasi perusahaan secara keseluruhan. Pendekatan yang terstruktur dapat dijelaskan pada langkah kedua ini, baik untuk perusahaan kecil dan menengah maupun perusahaan besar.
Perencanaan program pelatihan meliputi serangkaian kegiatan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penentuan Tujuan dan Sasaran Pelatihan
2. Waktu Pencapaian Program Pelatihan
3. Penanggung Jawab Program Pelatihan
4. Pendokumentasian dan Monitoring Penyelenggaraan Program Pelatihan
1. Tujuan dan Sasaran Program Pelatihan. Dalam perencanaan program pelatihan harus dibuat daftar tentang apa-apa yang ingin dicapai atau adanya penetapan tujuan dan sasaran. Penetapan goal harus diarahkan kepada group kerja dan kebutuhan pelatihan dari hasil identifikasi yang dihasilkan pada proses pertama. Hal-hal yang tertuang dalam penetapan tujuan, khususnya perencanaan pelatihan antara lain untuk:
Menjamin bahwa pada tingkat manajer mempunyai pemahaman dan kemampuan di dalam menerapkan sistem kerja operasional perusahaan.
Menjamin bahwa setiap pekerjaan dapat dilakukan secara produktif, efisien dan efektif;
Menjamin bahwa kontraktor mengerti dan mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan;
Menjamin bahwa setiap tenaga kerja baru atau yang baru pindah tugas, mengerti tentang hak dan kewajibannya sesuai peraturan perundangan.
2. Waktu Pencapaian Program Pelatihan. Tidaklah mungkin bahwa semua kebutuhan pelatihan dapat diselenggarakan dalam sekali waktu. Perencanaan program pelatihan harus dituangkan dalam jadwal pelatihan (timetable) lengkap, termasuk penentuan skala prioritas berdasarkan urgensinya. Jadwal program pelatihan dapat mencakup:
Rencana 12 (dua belas) bulan untuk keseluruhan pelatihan;
Penetapan waktu pelatihan, misalnya; induction training harus selesai pada minggu pertama pada saat tenaga kerja baru mulai bekerja;
Penetapan skala prioritas berdasarakan urgensinya;
Penetapan orang-orang yang akan dilatih sesuai kebutuhan jenis pelatihan.
Di samping itu, sangat penting untuk diperhitungkan tentang jadwal kerja di tempat kerja pada masing-masing unit kerja. Hal yang sangat tidak efektif, bila pelatihan diselenggarakan tetapi jadwal kerja sangat padat/sibuk, sehingga tidak memungkinkan peserta menghadiri pelatihan yang telah dijadwalkan.
3. Penanggung Jawab Program Pelatihan. Dalam perencanaan program pelatihan harus ditentukan orang yang menjadi penanggung jawab pada masing-masing jenis pelatihan. Jika di perusahaan mempunyai training officer, maka yang bersangkutan harus diberi tanggung jawab umum untuk menjamin agar seluruh materi pelatihan sesuai dengan identifikasi kebutuhan pelatihan. Supervisor diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan on-the-job training bagi tenaga kerja yang berada di bawah koordinasinya. Dengan demikian, baik training officer maupun supervisor tersebut harus sudah diberi pelatihan khusus sebelumnya, sehingga mereka dapat memikul tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
4. Pendokumentasian dan Monitoring Program Pelatihan. Pendokumentasian termasuk pendataan tentang orang-orang yang telah dilatih dan jenis pelatihan yang telah dikuti, sehingga kebutuhan pelatihan yang akan datang dan kesenjangan-kesenjangan yang masih terjadi dapat diidentifikasi. Pendokumentasian pelatihan sebaiknya dibuat sesederhana mungkin, yang meliputi;
Siapa saja yang telah dilatih;
Janis pelatihan apa saja yang telah diselenggarakan;
Kapan dan dimana pelatihan diselenggarakan;
Siapa yang menjadi penyelenggara pelatihan (in house training/ external Training ).
Monitoring perlu dilakukan untuk pengecekan apakah pelatihan telah berjalan dengan efektif dan biaya yang telah dikeluarkan tidak sia-sia. Evaluasi secara detail akan dibahas pada proses terakhir dari progam pelatihan. Kita perlu mempertimbangkan untuk diadakan pretest dan postest yang berhubungan dengan jenis pelatihan yang diselenggarakan. Dari hasil test akan dapat diketahui sajauh mana pelatihan telah berjalan dangan efektif dan efesien. Di samping itu, pada akhir sesi training peserta juga dapat diminta untuk mengevaluasi tentang penyelenggaraan pelatihan (evaluasi terhadap; trainer, tempat, waktu, materi, sarana dan prasana serta fasilitas).
C. Pengembangan Program Pelatihan
Pengembangan program pelatihan ini merupakan proses ketiga, dimana program pelatihan harus secara nyata disusun secara lengkap untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada proses sebelumnya. Selanjutnya dapat ditentukan dan diputuskan siapa atau dimana penyelenggaraannya, khususnya pelatihan yang tidak bisa diselenggarakan oleh internal perusahaan. Perusahaan harus berkoordinasi untuk menggunakan jasa training provider dari eksternal perusahaan. Pada proses ini harus dijelaskan secara nyata tentang apa-apa yang akan dikerjakan untuk mendapatkan jasa pelatihan terbaik. Dengan demikian dapat dibuat pilihan terbaik (khususnya untuk external training provider) dan dirancang secara lebih efiktif bagi kebutuhan internal perusahaan.
Apabila tujuan dan materi-materi pelatihan menyangkut masalah-masalah umum, perusahaan dapat menggunakan konsultan luar sebagai training provider. Training yang diselenggarakan dengan pihak eksternal, biasanya lebih bersifat Intensive and Formal Training; seperti:
Pelatihan yang diselenggarakan 1 hari/minggu untuk 5 minggu atau 5 hari secara terus menerus;
Pelatihan standarisasi dan manajemen kendali mutu;
Pelatihan peningkatan produktivitas dan etos kerja;
Pelatihan peningkatan kinerja perusahaan;
Pelatihan tentang investigasi kecelakaan dan insiden;
Pelatihan khusus untuk pengurus dan anggota P2K3;
Pelatihan penanggulangan kebakaraan secara terpadu;
Mengikutkan supervisor untuk mengikuti sosialisasi dan implementasi peraturan perundangan yang baru;
Mengikutkan para operator mesin dan peralatan tertentu untuk mengikuti training sertifikasi, dll.
Dengan demikian, pada proses pengembangan program pelatihan, dapat dipilah dan dipilih jenis pelatihan apa saja yang dapat diselenggarakan oleh internal perusahaan dan mana yang harus melibatkan jasa external training provider. Hal ini dimaksudkan untuk efisiensi penyelenggaraan program pelatihan.
D. Penyelenggaraan Pelatihan
Agar penyelenggaraan pelatihan dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penyelenggaraan atau penanggung jawab kegiatan harus melakukan persiapan yang matang tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelatihan seperti:
Pembentukan tim penyelenggara (jika diperlukan), dengan penugasan masing-masing termasuk pemantauan, penilaian, dan bimbingan peserta;
Penentuan dan pemilihan trainer sesuai bidang ajar pelatihan;
Persiapan sarana dan prasarana pelatihan yang diperlukan;
Penyiapan materi pelatihan untuk peserta;
Penetapan dan pemilihan peserta sesuai jenis pelatihan;
Khusus untuk pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak eksternal, penanggung jawab tinggal melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara yang telah ditunjuk.
Dalam pelaksanaannya, pelatihan dapat dilakukan baik secara klasikal dengan tatap muka di kelas dan atau non klasikal seperti on-the-job training. Selanjutnya tugas penyelenggara dalam pelaksanaan pelatihan antara lain meliputi:
Pemantauan terhadap pelaksanaan program proses pelatihan sesuai jadwal yang disusun, baik yang berkaitan dengan trainer, peserta, media pembelajaran, sarana dan prasarana;
Pemantauan terhadap pelayanan fasilitas penyelenggaraan pelatihan;
Pemantauan terhadap komplain kekurangan dalam penyelenggaraan pelatihan.
Hasil pemantauan tersebut, nantinya sebagai bahan evaluasi dan penyusunan laporan penyelengaraan pelatihan dan sebagai bahan perbaikan untuk penyelenggaraan pelatihan yang akan datang. Setelah dilakukan persiapan dengan matang, maka harus ada jaminan bahwa penyelenggaraan pelatihan dapat berjalan secara efisien, efektif, lancar dan tertib. Namun demikian kesuksesan penyelenggaraan pelatihan sangat tergantung dari kerjasama antara pihak manajemen selaku pemakai output, penyelenggara kegiatan, trainer dan para pesertanya.
E. Evaluasi Penyelenggaraan Pelatihan
Proses evaluasi menempati posisi yang cukup strategis di dalam penyelenggaraan program pelatihan secara keseluruhan. Mengingat pentingnya proses evaluasi ini, maka tidak ada suatu usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu pelatihan jika tidak diakhiri dengan proses evaluasi. Sedangkan manfaat dari evaluasi training setidak-tidaknya adalah:
Membantu memahami sesuatu yang telah dilaksanakan;
Membantu untuk membuat keputusan tentang apa yang akan direncanakan dan dilaksanakan untuk program yang akan datang;
Meningkatkan kualitas training yang akan datang.
Evaluasi merupakan suatu proses kegiatan pelatihan yang dilakukan secara teratur dan sistematis, dimulai dari pemantauan tujuan, rancang bangun, pengembangan instrumen, pengumpulan data, dan menafsirkan temuan dengan tujuan untuk menentukan nilai hasil evaluasi dengan cara membandingkannya dengan standar evaluasi yang ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian, Kegiatan evaluasi merupakan suatu cara untuk mengukur efisiensi dan efektivitas daripada pelatihan yang baru selesai diselenggarakan. Efisiensi penyelenggaraan pelatihan dapat terlihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
Terlaksananya seluruh program pelatihan sesuai jadwal yang telah ditentukan;
Hemat dalam penggunaan sarana dan prasarana yang disediakan;
Tertib administrasi dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan program pelatihan;
Tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di samping itu, untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan program pelatihan, dapat pula didapat dari feedback peserta pelatihan, melalui evaluasi, saran maupun kritik yang diminta dari para peserta dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka. Pertanyaan yang diajukan kepada peserta antara lain menyangkut:
Harapan apa yang diinginkan oleh peserta sebelum datang dan mengikuti pelatihan;
Seberapa besar harapan mereka dapat terpenuhi setelah selesai mengikuti pelatihan;
Saran dan kritik peserta atas terpenuhi tidaknya harapan mereka;
Pendapat peserta tentang trainer (menyangkut penguasaan materi, metode dan teknik penyampaian);
Pendapat tentang sarana dan prasarana pelatihan, dll.
Dapat digaris bawahi, bahwa proses evaluasi pelatihan baik sebelum, pada saat maupun sesudah diselenggarakan pelatihan sebagai suatu sistem manajemen adalah mutlak dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program pelatihan dapat memberikan manfaat bagi peserta dan untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran pelatihan telah dapat dicapai. Setelah dilakukan evaluasi, maka proses terakhir adalah membuat laporan penyelenggaraan pelatihan. Laporan merupakan media pertanggung jawaban yang mengemukakan informasi tentang perkembangan penyelenggaraan dan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang disertai analisis keberhasilan yang dicapai maupun masalah-masalah yang masih dihadapi selama penyelenggaraan pelatihan. Dengan demikian, suatu laporan harus dapat memberikan gambaran tentang apa yang telah terjadi, dimana terjadinya, bilamana dan mengapa hal itu terjadi serta siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Di samping itu, kualitas pelatihan memerlukan pengorbanan biaya, waktu dan komitmen bersama. Tanpa adanya pendekatan yang terstruktur, penyelenggaraan pelatihan tidaklah akan efektif dan bahkan menjadi kontra produktif.