KONSEP DASAR ERGONOMI

KONSEP DASAR ERGONOMI

MEMAHAMI ERGONOMI
What is Ergonomics ?
Why must Ergonomics ?
Where is Ergonomics applied ?
When is Ergonomics applied ?
Who must apply Ergonomics ?
How is Ergonomics applied ?

Mengapa ERGONOMI ?
1. Perlunya pendekatan Holistik di dalam pembangunan untuk menekan dan menghapuskan dampak negatip.
2. Perlunya memenangkan kompetisi globalisasi

3. Perlunya optimasi kemampuan sumber daya manusia (SDM).

MANFAAT ERGONOMI
Pekerjaan lebih capat selesai.
Resiko kecelakaan lebih kecil
Man days / hours tidak banyak hilang.
Resiko penyakit akibat kerja menjadi kecil.
Gairah kerja lebih tinggi.
Ekstra biaya dapat ditekan.
Absensi rendah.
Kelelahan berkurang
Rasa sakit berkurang / tidak ada
dll.

PENDEKATAN APLIKASI ERGONOMI

Conceptual /System Ergonomics (pada saat Perencanaan): Ergonomi sangat tepat untuk diterapkan sebagai bagian dari perencanaan menyeluruh. To fit the job to the man.
Maksud: Upaya pertama kali yang harus dilakukan adalah menyesuaiakan pekerjaan (alat/mesin, cara kerja/organisasi kerja dan lingkungan kerja) terhadap manusia pekerja (kemampuan, kebolehan, dan batasan)
apabila usaha ini tidak berhasil karena alasan teknis dan ekonomis seperti; mesin terpaksa harus diimpor, maka…

Curative Ergonomics ( perbaikan / modifikasi ditempat kerja ); usaha memanfaatkan ergonomi untuk memperbaiki hal-hal yanng sudah ada/berjalan, dengan konsekuensi biaya lebih mahal. To fit the man to the job.
TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM

TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM

TRAINING FOR HEALTH AND SAFETY AS A SYSTEM
Untuk dapat menjalankan suatu bisnis atau usaha secara sukses, diperlukan suatu manajemen tentang kualitas produk atau servis, menejemen produktivitas dan sekaligus manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap, baik orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan, orang-orang yang berkaitan dengan perusahaan maupun orang-orang yang menggunakan produk. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendiskripsikan suatu sistem manajemen secara jelas dan tepat [Dalam Buku: Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja, Penulis: TARWAKA,PGDip.Sc. M.Erg].

KERANGKA PERUNDANGAN TRAINING K3

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja mensyaratkan pentingnya penyelenggaraan training K3 untuk pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Pada Bab V. Pasal 9 mensyaratkan diadakan pembinaan di perusahaan:
 Ayat 1: Menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang: (a). Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya; (b). semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya; (c). alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan; dan (d) cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam meleksanakan pekerjaannya.
 Ayat 3: Menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan K3 dan P3K.

 Permenakertrans No.: Per/01/MEN/1976 tentang kewajiban latihan hiperkes bagi dokter perusahaan:
 Pasal 1: Menyatakan bahwa setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hyperkes dan KK.
 Permenakertrans No.: Per-01/MEN/1979 tentang kewajiban latihan Hiperkes dan KK bagi tenaga paramedis perusahaan:
 Pasal 1: Menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga paramedis diwajibkan untuk mengirimkan setiap tenaga tersebut mendapatkan latihan dalam bidang Hyperkes dan KK.
 Permenakertrans No.: Per. 05/MEN/1978 tentang syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang:
 Pasal 5: Menyatakan bahwa orang yang dikerjakan untuk memasang, membongkar, merawat dan melayani lif harus mempunyai kemampuan khusus dan atau telah mendapat latihan khusus.
 Permenaker No.: Per. 05/MEN/1985 tentang Pesawat angkat dan angkut:
 Pasal 4: Menyatakan bahwa setiap pesawat angkat dan angkut harus dilayani oleh operator yang mempunyai kemampuan dan telah memiliki ketrampilan khusus tentang pesawat angkat dan angkut.
 Permenaker No.: Per. 01/MEN/1988 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap:
 Pasal 1 (e): Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian pesawat uap.
 Pasal 5 (1): Pelaksanaan kursus operator dapat dilakukan oleh Depnaker atau lembaga yang ditunjuk.

 Permenaker No.: Per. 01/MEN/1989 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator keran angkat:
 Pasal 1 (e): Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian keran angkat
 Pasal 5 (1): Pelaksanaan kursus operator dapat dilakukan oleh Depnaker atau lembaga yang ditunjuk.

TRAINING SEBAGAI SUATU SISTEM

Training K3 adalah suatu proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja atau suatu kelompok unit kerja dengan menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (andragogi) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam bidang K3.

Training sebagai suatu sistem sekurang-kurangnya terdiri dari 5 (lima) proses sebagai suatu subsistem yang terintegral, kelima sistem tersebut adalah:
1. Proses Identifikasi Kebutuhan Training
2. Proses Perencanaan Training
3. Proses Pengembangan Training
4. Proses Penyelenggaraan Training dan
5. Proses Evaluasi dan Pelaporan Training


PROSES I: IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TRAINING

Kebutuhan training dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kemampuan dan ketrampilan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas secara optimal (what should be) dan kemampuan yang dimiliki (what is).

Identifikasi kebutuhan training adalah suatu studi secara sistematis dan sistemik dalam rangka pengambilan keputusan tentang perlu tidaknya dilakukan training

Tujuan identifikasi kebutuhan training:
 Untuk penetapan program training yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
 Untuk efisiensi dalam beaya penyelenggaraan training
 Untuk membuat skala prioritas sesuai kebutuhan mendesak dari suatu training
 Untuk pembinaan dan pengembangan karier peserta

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Training
Faktor Internal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan training antara lain:
 Adanya sumber bahaya di tempat kerja
 Adanya kekurang pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja untuk mengatasi suatu masalah yang selalu muncul di tempat kerja
 Adanya tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghendaki adanya perubahan, dll.
Faktor Eksternal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan training antara lain:
 Adanya peraturan perundangan yang mewajibkan untuk dipatuhi oleh suatu organisasi kerja
 Adanya tuntutan pasar terhadap pemenuhan standar mutu
 Adanya tranfer teknologi baru, dll.

PROSES II: PERENCANAAN PROGRAM TRAINING

Perencanaan program training meliputi serangkaian kegiatan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penentuan Tujuan dan Sasaran Training.
2. Waktu Pencapaian Program Training
3. Penanggung Jawab Program Training
4. Pendokumentasian dan Monitoring Penyelenggaraan Program Training

PROSES III: PENGEMBANGAN PROGRAM TRAINING
Pengembangan program training ini merupakan proses ketiga, dimana program training harus secara nyata disusun secara lengkap untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada proses sebelumnya.

Pada kenyataannya, banyak sekali jenis-jenis training K3 yang dapat dikembangkan dan diselenggarakan oleh internal perusahaan, terutama untuk tujuan dan materi yang menyangkut masalah yang spesifik di tempat kerja, antara lain;

Internal and In-the-job training; seperti:
 Tool box training yang dapat dilakukan oleh supervisor di tempat kerja
 Induction training
 Training tentang penanganan sumber bahaya tertentu
 Training tentang penggunaan alat pelindung diri, dll.

Individual and self-directed Training; seperti:
 Belajar dari rekaman video tentang SMK3 yang dapat diikuti secara individu sesuai dengan kebutuhan masing-masing
 Belajar program K3 melalui database komputer, dll.


PROSES IV: PENYELENGGARAAN TRAINING
Agar penyelenggaraan training dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penyelenggara atau penanggung jawab kegiatan harus melakukan persiapan yang matang tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan training seperti:
 Pembentukan tim penyelenggara (jika diperlukan), dengan penugasan masing-masing termasuk pemantauan, penilaian, dan bimbingan peserta
 Penentuan dan pemilihan trainer sesuai bidang ajar training
 Persiapan sarana dan prasarana training yang diperlukan
 Penyiapan materi training untuk peserta
 Penetapan dan pemilihan peserta sesuai jenis training
 Khusus untuk training yang diselenggarakan oleh pihak eksternal, penanggung jawab tinggal melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara atau perusahaan jasa K3 yang telah ditunjuk.

Dalam pelaksanaannya, training dapat dilakukan baik secara klasikal dengan tatap muka di kelas dan atau non klasikal seperti on-the-job training. Selanjutnya tugas penyelenggara dalam pelaksanaan training antara lain meliputi:
 Pemantauan terhadap pelaksanaan program proses training sesuai jadwal yang disusun, baik yang berkaitan dengan trainer, peserta, media pembelajaran, sarana dan prasarana.
 Pemantauan terhadap pelayanan fasilitas penyelenggaraan training
 Pemantauan terhadap komplain kekurangan dalam penyelenggaraan training.

PROSES V: EVALUASI TRAINING
Proses evaluasi menempati posisi yang cukup strategis di dalam penyelenggaraan program training secara keseluruhan. Mengingat pentingnya proses evaluasi ini, maka tidak ada suatu usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu training jika tidak diakhiri dengan proses evaluasi. Sedangkan manfaat dari evaluasi training setidak-tidaknya adalah:
 Membantu memahami sesuatu yang telah dilaksanakan
 Membantu untuk membuat keputusan tentang apa yang akan direncanakan dan dilaksanakan untuk program yang akan datang
 Meningkatkan kualitas training yang akan datang


KESIMPULAN
1. Training K3 bukanlah suatu alternatif yang murah untuk dapat memindahkan atau menghilangkan hazard dari sumbernya.
2. Training K3 merupakan bagian integral dari strategi menejemen K3 perusahaan.
3. Training K3 diperlukan untuk penerapan kebijakan perusahaan dan prosedur kerja, untuk memelihara dan menggunakan sistem informasi K3 dan agar para menejer mampu memenuhi peran dan tanggung jawabnya dalam bidang K3.
4. Kualitas training K3 memerlukan pengorbanan beaya, waktu dan komitmen bersama.
5. Tanpa adanya pendekatan yang terstruktur, penyelenggaraan training tidaklah akan efektif dan bahkan menjadi kontra produktif.

PENGANTAR PRODUKSI BERSIH

PENGANTAR PRODUKSI BERSIH

PRODUKSI BERSIH [CLEANER PRODUCTION- CP]

CP merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk mencegah dan atau memperkecil dampak negatif yang timbul dari proses produksi barang dan jasa di berbagai sektor industri

CP merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat PREVENTIF dan INTEGRATIF dan diterapkan secara kontinue dalam proses produksi dan daur hidup produk guna mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan

Inti Implementasi CP adalah mencegah, mengurangi dan menghilangkan terbentuknya limbah/pencemar pada sumbernya.

ISU-ISU YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN LINGKUNGAN HIDUP

Meningkatnya Produksi limbah per tahun
Banyak limbah yang sulit diolah
Biaya pengolahan dan pembuangan limbah mahal
Mengolah limbah lebih mahal drpd mencegah terbentuknya limbah
Mengolah limbah hanya mentransfer limbah dari media satu ke media yang lain
Pencemaran lingkungan terus berlanjut
Peraturan perundangan belum mencakup usaha pencegahan dan masih terfokus pada pengelolaan dan pembuangan
Dampak globalisasi daya saing produk pada pasar international

CLEANER PRODUCTION STRATEGIES

Mencegah, mengurangi dan menghilangkan terbentuknya limbah pada sumbernya

Modifikasi proses produksi dengan metode pendekatan siklus daur hidup [Life Cycle Approach]: Produk dan Jasa sesuai kebutuhan konsumen dan juga aman terhadap lingkungan

Penghematan biaya produksi berarti memberikan keuntungan finansial perusahaan

CLEANER PRODUCTION APPROACH
1. REFINE
Pencarian alternatif bahan/proses yg lebih ramah lingkungan untuk mengganti bahan/proses yang telah ada

2. REDUCE
Pengurangan jumlah limbah dg optimalisasi proses produksi Pengurangan jumlah limbah dg optimalisasi proses produksi

3. REUSE
Pemakaian kembali limbah untuk digunakan dalam proses yang berbeda

4. RECYCLE
Memutar kembali limbah untuk digunakan dalam proses yang berbeda

5. RECOVERY
Pengambilan kembali sebagian material penting dari limbah untuk pemanfaatan ulang di dalam proses atau dimanfatkan untuk keperluan lain

6. RETRIEVE TO ENERGY
Pemanfaatan limbah untuk digunakan sebagai bahan bakar atau penghematan energi dalam setiap operasional perusahaan

CLEANER PRODUCTION IMPLEMENTATION
1. CHANGE IN RAW MATERIAL
Mengurangi/menghilangkan bhn baku yg mengandung B3
Menggunakan bhn baku dg kualitas yg baik dan murni untuk menghindari kontaminan dalam proses
Menggunakan material daur ulang untuk menciptakan pasar material daur ulang

2. IMPROVED OPERATING AND HOUSE KEEPING PRACTICE

Lost prevention dg mencegah kehilangan bahan baku, produk maupun energi dari pemborosan, kebocoran dan tercecer
Kehilangan material akibat kesalahan penanganan perlu dikurangi
Penjadwalan produksi dan koordinasi pengelolaan limbah
Segresi/memisahkan limbah menurut jenisnya
Manajemen perawatan
Inventarisasi bhn baku, energi, air, produk dan peralatan

3. ON-SITE REUSE
Menggunakan kembali sisa air proses, air pendingin dan material lain di dalam pabrik
Mengambil kembali bahn buangan sbg energi
Menciptakan kegunaan limbah sbg produk sampingan yg dpt digunakan oleh pihak luar

4. TECHNOLOGY CHANGE
Merubah peralatan, lay out dan pemipaan untuk perbaikan aliran proses
Memperbaiki kondisi proses (suhu, waktu tinggal, laju alir, tekanan) shg kualitas produk meningkat dan limbah berkurang
Menghindari solvent B3 untuk pencucian mesin-mesin
Otomatisasi peralatan dan mesin-mesin

5. PRODUCT CHANGE
Merubah formulasi produk untuk mengurangi dampak lingkungan saat produk digunakan konsumen
Menambah umur produk
Produk mudah didaur ulang
Mengurangi kemasan yg tidak perlu
PENGELOLAAN LIMBAH B3

PENGELOLAAN LIMBAH B3

PENGELOLAAN LIMBAH B3

“…… setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia.”


Latar Belakang

B3: Bahan Berbahaya dan Beracun, >75% B3 merupakan sumbangan dari sektor industri melalui limbahnya,Sisanya berasal dari sektor lain termasuk rumah tangga yang menyumbang 5-10% dari total limbah B3 yang ada.
Peningkatan jumlah limbah B3 di Indonesia antara kurun waktu 1990 – 1998 mencapai 100%.
Tahun 1990 sekitar 4.322.862 ton dan pada tahun 1998 mencapai 8.722.696 ton. Dan terus akan naik.


B3 dan Permasalahannya

Lintas batas limbah B3 dari LN
Ekspor limbah dari negara-negara maju sulit dibendung
Banyak terjadi kasus ilegal dumping dari kapal LN yang mengangkut limbah B3 secara tersembunyi dan membuangnya ke perairan Indonesia
Lintas batas pembuangan limbah B3 ini sering terselubung dalam bentuk bahan baku seperti plastik bekas
Thn 1992: Sebanyak 116 peti kemas limbah B3 seberat 1200 ton yang berasal dari pelabuhan Singapura ditemukan di pelabuhan Tanjung Periuk.
Dari 1 Februari sampai 31 Maret 1992 telah dikapalkan sampah plastik dari USA sebanyak 52.227.368 puond dalam 749 pengapalan ke berbagai tujuan di Asia (dari Multinational Monitor -Juni, 1992).

Sejak diberlakukannya pelarangan impor limbah B3, sampai Mei 1994 terdapat 260 kontainer dari berbagai negara yang 95 diantaranya ternyata berkategori B3, yaitu 65 kontainer dari Belanda, 21 dari Singapura, 5 dari Jerman, 1 dari Jepang, 1 dari Korea Selatan dan 2 kontainer lagi tidak jelas asalnya.

Dari hasil proyeksi jumlah limbah B3 yang dilakukan oleh BAPEDAL, sampai tahun 2020 akan terdapat 60 juta ton total limbah B3 yang bermukim di Indonesia dan menunggu sewaktu-waktu untuk menjadi sebuah tragedi yg mengerikan.

Upaya Pengelolaan Limbah B3

Pertama, adalah penerapan “produksi bersih dan minimisasi limbah” bagi industri.
Teknologi end pipe treatment merupakan teknologi kuno (sunset technology) yang telah lama ditinggalkan.

Mengganti teknologi dari end pipe treatment menjadi clean technology,

Konsep clean technology melalui minimisasi limbah industri dengan model reduce; recycle; reused; recovery dan recuperation, dapat mengurangi cost production, meskipun pada awalnya dibutuhkan investasi yang cukup besar.


Kedua, adalah pembenahan sistem hukum dan peraturan yang telah ada.
Peraturan yang ada seperti AMDAL masih jauh dari mencukupi untuk melakukan pengelolaan limbah, khususnya limbah B3.
Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Konvensi Basel melalui Kepres RI no. 61/1993 tentang Pengesahan Convension on The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal.
Lemahnya supremasi hukum di Indonesia inilah yang menjadikan seringnya kecolongan baik industri lokal maupun dari luar negeri.

Ketiga adalah sesegera mungkin membereskan kelembagaan lingkungan hidup di Indonesia yang memang mempunyai posisi yang lemah. Kedudukan Bapedal misalnya, yang hanya berfungsi secara koordinatif, sehingga seringkali ketika muncul persoalan dalam hal pencemaran lingkungan hidup, hanya fungsi administratif saja yang dijalankan oleh Bapedal,

Keempat yaitu melakukan evaluasi, inventarisasi dan pengembangan terhadap sumber daya yang kita miliki.

Kelima adalah adanya transparansi informasi kepada masyarakat luas, sehingga ada partisipasi aktif dari masyarakat untuk ikut serta dalam usaha pelestarian lingkungan hidup. Salah satunya adalah sosialisasi informasi mengenai limbah B3. Dengan begitu ada keterlibatan seluruh stakeholders secara seimbang dan aktif untuk memecahkan setiap persoalan lingkungan hidup.
DAMPAK LIMBAH INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN

DAMPAK LIMBAH INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN

DAMPAK LIMBAH INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN

Analisa pembangunan berwawasan lingkungan dilaksanakan melalui ENVIRONMENTAL IMPACT ASSESSMENT (EIA) atau ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL).

UU No. 23/1997 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, untuk memperkirakan akibat-akibat yg mungkin timbul pada lingkungan oleh kegiatan industri pada masa sekarang dan masa yang akan datang.


ASPEK PEMBANGUNAN INDUSTRI BERWAWASAN LINGKUNGAN

1. Aspek Pencemaran Industri
2. Aspek Lokasi
3. Aspek Lingkungan
4. Aspek Sumber Daya Alam
5. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya


1. Aspek Pencemaran Industri

Perubahan biogeofisika kimia berupa:
- Perubahan kualitas lingkungan
- Terancamnya kehidupan biota dalam badan penerima
- Adanya satu atau lebih bahan pencemar yg melebihi NAB yg mengakibatkan gangguan lingkungan
- Terganggunya penggunaan air
- Terjadinya pencemaran tanah
- Gangguan kebisingan dan perubahan kualitas udara

2. Aspek Lokasi

Penggunaan ruang terbatas dan tidak bertambah, kegiatan pembangunan terus meningkat
Penetapan spatial ruang untuk membagi ruang sesuai kepentingannya
UU No 5/1984 tentang Perindustrian, pemerintah menetapkan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan serta lokasi bagi pembangunan industri yg sesuai.
Untuk wilayah pusat pertumbuhan perlu menetapkan zona industri
Rencana Umum Tata Ruang Nasional/Regional (RUTRN/R) berperan dalan upaya pencegahan kerusakan dan pencemaran LH.

3. ASPEK LINGKUNGAN

Studi untuk mengetahui sejauh mana dampak industri terhadap lingkungan, AMDAL

Pengusaha wajib melaksanakan upaya keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya ( UU No. 5/1984 tentang perindustrian, pasal 15).

Aspek lingkungan meliputi; sumber bahan baku, sumber tenaga kerja, keseimbangan dan keserasian lingkungan, TPA limbah, jenis bahan baku dan hasil produksi apakah termasuk B3, perhitungan daur hidup produ [Life Cycle Products] dan penanganan produk setelah dikonsumsi masyarakat


4. ASPEK SUMBER DAYA ALAM

Bahan baku dari SDA dapat dirinci menjadi SDA yg dapat diperbaruhi (Renewable-re-source) dan SDA yg tidak dapat dipulihkan

Perusahaan wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian SDA serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran LH akibat kegiatan yg dilakukannya ( UU No. 5/1984 tentang perindustrian, pasal 21)

5. ASPEK SOSEKBUD

Pembangunan industri juga dpt menimbulkan dampak sosial budaya, terutama dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, pengaruh nilai-nilai tradisi setempat
Keamanan dan ketemtraman lingkungan perlu diperhatikan
Kesenjangan sosial antara masyarakat industri dengan lingkungan sekitar
Pergeseran pola tradisional, adat istiadat dan moral sbg pilar kehidupan perlu dikaji

DAMPAK KEGIATAN INDUSTRI THD LINGKUNGAN

1. Dampak Pra Kontruksi

2. Dampak Masa Konstruksi

3. Dampak masa operasional industri
KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

ENVIRONMENTAL MANAGEMENT SYSTEM (EMS)/ SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN (SML): merupakan bagian dari struktur manajemen organisasi secara keseluruhan yg mengantisipasi dampak jangka pendek dan jangka panjang dari produk, layanan, dan proses-proses organisasi yg mempengaruhi lingkungan hidup


Latar Belakang

Konsep lama yg menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah [END-OF PIPE APPROACH;]
- Konsekuensi Ekonomi biaya tinggi
- Tidak berorientasi pada sustaineble development

Konsep baru, pengelolaan lingkungan sebagai suatu sistem dg berbagai proses manajemen [ENVIRONMENTAL MANAGEMENT SYSTEM;]
- Mengolah limbah sebagai by product
- Pendekatan sistematis untuk minimisasi limbah pd sumbernya
- Efisiensi pemakaian SDA
- Menghemat biaya pengelolaan limbah, pembelian bahan baku, remidiasi pencemaran lingkungan
- Strategi pemasaran sosial

KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN

1. SOURCE REDUCTION (Reduksi pada Sumbernya), meliputi:
- Modifikasi proses operasional
- Redesign to product
- Materials substitution
- Peningkatan kemurnian bahan
- Good housekeeping
- Perubahan praktek manajemen
- Meningkatkan efisiensi dan perubahan peralatan dan teknologi
- Pelaksanaan daur ulang

2. WASTE MINIMATION (Minimisasi Limbah);
- Teknik reduksi limbah pada sumbernya
- Daur ulang untuk mereduksi baik volume maupun toksisitas limbah
- Pengembangan proses produksi yg lebih efisien


3. CLEANER PRODUCTION AND TECHNOLOGY (Produksi Bersih dan Teknologi Bersih);
- Pencegahan menyeluruh dari manajemen lingkungan secara terus menerus
- Konsep daur hidup suatu produk untuk mereduksi resiko resiko terhadap manusia dan lingkungan
- Dimulai sejak perencanaan produk sampai akhir masa pakai produk

4. TOTAL QUALITY ENVIRONMENTAL MANAGEMENT-TQEM (Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh);
- TQEM berkembang dari kesadaran dimana terdapat hubungan timbal balik antara manajemen lingkungan dengan manajemen mutu
- Suatu pendekatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan proses dan produk secara terus menerus melalui partisipasi semua tingkat dan fungsi organisas

5. CONTINUOUS QUALITY IMPROVEMENT –CQI (Peningkatan Kualitas secara terus menerus);
- Total quality dimulai dengan kesadaran abhwa kita tidak akan pernah sebaik yg kita harapkan
- Perlu peningkatan terus menerus berdasarkan data dan pengukuran untuk kepuasan pelanggan





STRESS AKIBAT KERJA

STRESS AKIBAT KERJA

STRESS AKIBAT KERJA

Stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit.


PENGERTIAN
Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagian - bagian tubuh.

Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh.

Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa.

Stress secara umum merupakan tekanan psikologis yang dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit baik penyakit secara fisik maupun mental (kejiwaan).

Stress Sebagai Stimulus.
Stress sebagai variable bebas (independent variable) menitikberatkan pada lingkungan sekitarnya sebagai stressor.

Sebagai contoh: petugas air traffics control merasa lingkungan pekerjaanya penuh resiko tinggi, sehingga mereka sering mengalami stress akibat lingkungan pekeraanya tersebut.

Stress Sebagai Respon

Stress sebagai variable tergantung (dependent variable) memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor.

Sebagai contoh: seseorang mengalami stress apabila akan menjalani ujian. Respon tubuh (strain) yang dialami dapat berupa respon psikologis (perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stress itu sendiri) dan respon fisiologis (jantung berdebar, perut mulas-mulas, badan berkeringat dll).


PENYEBAB STRESS AKIBAT KERJA

Faktor Intrinsik Pekerjaan

Keadaan lingkungan kerja yang tidak nyaman
Stasiun kerja yang tidak ergonomis,
Kerja shift, jam kerja yang panjang,
Perjalanan ke dan dari tempat kerja
Pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya, pemakaian tehnologi baru, pembebanan berlebih, dll.

Faktor Peran Individu dalam Organisasi Kerja.

Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik

Faktor Hubungan Kerja
Hubungan antara karyawan di tempat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress

Faktor Luar Pekerjaan
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert) sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima.

Konflik yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang berbeda satu sama lain.

Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang masih akan terbawa dalam lingkungan kerja.


PENGARUH STRESS
Stress biasanya merupakan perasaan subjektif seseorang sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan (anxiety) dan depresi.
Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku (arousal).

Setelah beberapa lama mengalami kegelisahan, depresi, konflik dan stress di tempat kerja, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan keluarga dan lingkungan social.

Bila tubuh mengalami stress, maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai jawaban atas terjadinya stress.

Sistem di dalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhii fungsi-fungsi organ di dalam tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem gastro intestinal dan gangguan penyakit lainnya

Pengaruhnya sangat tergantung dari sifat dan kepribadian seseorang.
Dalam menghadapi stress, individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian ekstrovert.
Seseorang dengan kepribadian fleksibel atau luwes akan mengalami ketegangan yang lebih besar dalam suatu konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.


MANAJEMEN STRESS

Redesain tugas-tugas pekerjaan
Redesain lingkungan kerja
Menerapkan waktu kerja yang fleksibel
Menerapkan manajemen partisipatoris
Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier
Mengalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals)
Mendukung aktivitas social
Membanagun tim kerja yang kompak
Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG K3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG K3

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIBIDANG K3

Dalam Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2).
Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Berdasarkan ketentuan tersebut, telah diterbitkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai agama.


Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, SBG PENGGANTI Undang-undang Keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif.
Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia.
Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang
mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.


PERATURAN PERUNDANGAN K3

Undang-undang

1. Undang-undang Uap Tahun 1930, mengatur tentang keselamatan dalam pemakaian pesawat uap. Pesawat uap menurut Undangundang ini adalah ketel uap, dan alat-alat lain yang bersambungan dengan ketel uap, dan bekerja dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan udara. Undang-undang ini melarang menjalankan atau mempergunakan pesawat uap yang tidak mempunyai ijin yang diberikan oleh kepala jawatan pengawasan keselamatan kerja (sekarang Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Ketenaga Kerjaan dan Pengawasan Norma Kerja-Departemen Tenaga Kerja). Terhadap pesawat uap yang dimintakan ijinnya akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian dan apabila memenuhi persyaratan yang diatur peraturan Pemerintah diberikan Akte Ijin.
Undang-undang ini juga mengatur prosedur pelaporan peledakan
pesawat uap, serta proses berita acara pelanggaran ketentuan undang-undang ini.

2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional nomor 120 mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor. Undang-undang ini memberlakukan Konvensi ILO nomor 120, yang berlaku bagi badanbadan perniagaan, jasa, dan bagian bagiannya yang pekerjanya terutama melakukan pekerjaan kantor. Dalam azas umum konvensi ini diatur syarat kebersihan, penerangan yang cukup dan sedapat mungkin mendapat penerangan alam, suhu yang nyaman, tempat kerja dan tempat duduk, air minum, perlengkapan saniter, tempat
ganti pakaian, persyaratan bangunan dibawah tanah, keselamatan terhadap bahan, proses dan teknik yang berbahaya, perlindungan terhadap kebisingan dan getaran, dan perlengkapan P3K.

3. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja terdiri
dari XI bab dan 18 pasal.

Bab I (pasal 1) menjelaskan tentang istilah-istilah
Bab II (pasal 2) tentang ruang lingkup yang meliputi keselamatan dan kesehatan kerja disemua tempat kerja baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara di wilayah Republik Indonesia.
Bab III (pasal 3 dan 4) mengenai syarat-syarat keselamatan kerja
Bab IV (pasal 5 – 8) tentang pengawasan
Bab V (pasal 9) tentang pembinaan K3
Bab VI (pasal 10) tentang P2K3
Bab VII (pasal 11) tentang kecelakaan kerja
Bab VIII (pasal 12) tentang kewajiban dan hak tenaga kerja
Bab IX (pasal 13) tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja
Bab X (pasal 14) tentang kewajiban pengurus
Bab XI (pasal 15 – 18) tentang ketentuan penutup

4. Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mengatur bahwa setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Undang-undang ini terdiri dari sepuluh Bab dan 35 pasal. Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial dengan mekanisme asuransi. Ruang lingkup program meliputi jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan haritua dan jaminan kesehatan.
Pengembangan program diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jaminan kecelakaan meliputi biaya pengangkutan, pemeriksaan,pengobatan dan atau perawatan, serta rehabilitasi serta santunan berupa uang yang meliputi:sementara tidak mampu bekerja, cacat sebagian selama-lamanya, cacat total selama-lamanya baik fisik maupun mental dan santunan kematian. Diatur juga keluarga yang berhak menerima jaminan kematian, pembayaran jaminan hari tua serta pelayanan jaminan kesehatan.
Dalam undang-undang ini diatur kepesertaan, iuran, jaminan dan tata cara pembayaran, Badan penyelenggara serta ketentuan pidana.

5. Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, terdiri dari 12 Bab dan 90 pasal. Menurut undang-undang ini setiap orang berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, dan setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam pemeliharaan dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan. Dari 15 upaya kesehatan, salah satunya adalah upaya kesehatan kerja.
Pada pasal 23 dinyatakan:
- kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal;
- kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja;
- setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja;
- Ketentuan mengenai kesehatan kerja diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

6. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang antara lain mengatur tentang Landasan, Asas dan Tujuan, Kesempatan dan perlakuan yang sama, Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjan, Pelatihan kerja, Penempatan tenaga kerja,Perluasan kesempatan kerja, Penggunaan tenaga kerja asing,
Hubungan kerja, Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan,Hubungan industrial, Pemutusan hubungan kerja, Pembinaan, Pengawasan,Penyidikan Ketentuan pidana dan sanksi administratif, dan Ketentuan peralihan.
Dalam Undang–undang ini K3 diatur dalam Bab X Perlindungan, Pengupahan dan kesejahteraan Bagian I Perlindungan Paragraf 5 Keselamatan dan kesehatan kerja pasal 86 dan 87.
Dalam pasal 86 disebutkan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.


Peraturan Pemerintah

7. Peraturan Uap 1930, mengatur pembagian pesawat uap berdasarkan
tekanan uapnya, yaitu lebih besar dari  kg/cm2 di atas tekanan udara luar dan paling tinggi  kg/cm2 di atas tekanan udara luar.
Peraturan in memuat ketentuan untuk mendapatkan ijin penggunaan pesawat uap, serta ketentuan mengenai pesawat uap yang tidak memerlukan akte ijin. Peraturan ini memuat persyaratan teknis keselamatan ketel uap dan pesawat uap selain ketel uap, pengering
uap, penguap, bejana uap antara lain mengenai persyaratan bahan pembuat, perlengkapan pengaman dan tata cara pengujian.

8. Peraturan Pemerintah R.I nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Peraturan ini melarang pestisida yang tidak terdaftar/tidak memperoleh ijin dari Menteri Pertanian. Ijin yang diberikan dapat berupa ijin tetap, ijin sementara atau ijin percobaan. Ijin sementara dan ijin percobaab berlaku selama satu tahun dan ijin tetap lima tahun. Ijin diberikan apabila pestisida efektif dan cukup aman dipakai dan memenuhi syarat-syarat teknis lain serta digunakan sesuai petunjuk yang tercantum dalam label.. Ijin dapat ditinjau atau dicabut apabila ditemukan pengaruh samping yang tidak diinginkan.

9. Peraturan Pemerintah R.I nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di BidangPertambangan, mengatur pengaturan keselamatan kerja di bidang pertambangan dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah
mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Menteri Pertambangan melakukan pengawasan keselamatan kerja berpedoman kepadan Undang-undang nomor 1 Tahun 1970 serta Peraturan pelaksanaannya. Pengangkatan pejabat pegawasan keselamatan kerja setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja. Pejabat tersebut mengadakan kerjasama dengan pejabat pengawasan keselamatan kerja dari departemen Tenaga Kerja baik di Pusat dan di Daerah. Juga diatur pelaporan pelaksanaan pengawasan serta pengecualian pengaturan dan pengawasan ketel uap dari PeraturanPemerintah ini.

10. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi, terdiri dari 9 Bab dan 25 pasal.
Peraturan ini mewajibkan setiap instalasi atom mempunyai petugas proteksi radiasi. Untuk mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli proteksi radiasi oleh instansi yang berwenang.
Peraturan Pemerintah ini telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

11. Peraturan Pemerintah R.I nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi, yang terdiri dari 31 Bab dan 58 pasal mengatur tata usaha dan pengawasan keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi, wewenang dan tanggung jawab menteri pertambangan, dan dalam pelaksanaan pengawasan menyerahkan kepada Dirjen dengan hak substitusi sedang tugas dan pekerjaan pengawasan tersebut dilaksanakan oleh kepala inspeksi dan
pelaksana inspeksi tambang.
Peraturan pemerintah ini juga mengatur persyaratan teknis keselamatan dalam pemurnian dan pengolahan mulai dari perencanaan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan dan perbaikan instalasi, termasuk persyaratan keselamatan untuk bangunan, jalan tempat kerja, pesawat dan perkakas, demikian pula kompressor, pompa vakum, bejana tekan dan bejana vakum, instalasi uap air, tungku pemanas, dan heat exchanger, instalasi penyalur,tempat penimbunan, pembongkaran dan pemuatan minyak dan gas bumi, pengolahan bahan berbahaya, termasuk mudah terbakar dan mudah meledak dalm ruang kerja, proses dan peralatan khusus, listrik, penerangan lampu, pengelasan, penyimpanan dan pemakaian zat radioaktif, pemadam kebakaran, larangan dan pencegahan umum,pencemaran lingkungan, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri, pertolongan pertama pada kecelakaan, syarat-syarat pekerja, kesehatan dan kebersihan , kewajibannnnn umum pengusaha, kepala teknik dan pekerja, pengawasan, tugas dan wewenang pelaksana inspeksi tambang, keberatan dan pertimbangan, ketentuan pidana,ketentuan peralihan dan penutup.


Peraturan Menteri

12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes bagi Dokter Perusahaan. Peraturan Menteri ini terdiri dari tujuh pasal, yang mewajibkan perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapat latihan dalam bidang higiene
perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksana latihan adalah Lembaga Nasional Hiperkes.

13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-01/Men/1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, terdiiri atas tujuh Bab dan 17 pasal, mengatur tentang norma keselamatan da kesehatan pada berbagai pekerjaan dalam penebangan dan pengangkutan kayu,mulai dari penjelajahan hutan, penebangan kayu, penyeretan dengan traktor (yarding), pemuatan kayu dengan loader, pengangkutan kayu dengan truk, pengangkutan kayu dengan lori, pemuatan kayu kekapal.
Juga diatur sikap kerja yang aman dalam mengangkat barang, tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk P3K dan penerangan yang cukup apabila bekerja pada malam hari.

14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi nomor Per-03/Men/1978 tentang Persyaratan penunjukan dan wewenang serta kewajiban Pegawai pengawas keselamatan kerja dan ahli keselamatan kerja, terdiri atas tujuh pasal. Peraturan menteri ini mengatur persyaratan untuk ditunjuk sebagai pengawas
keselamatan kerja dan sebagai ahli keselamatan kerja, kewenangan dan kewajiban pegawai pengawas serta kewenangan dan kewajiban ahli keselamatan. kerja. Salah satu kewajiban pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja adalah menjaga kerahasiaan keterangan yang didapat karena jabatannya. Kesengajaan membuka rahasia ini diancam hukuman sesuai ketentuan Undang-undang Pengawasan Perburuhan.

15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1979 tentang kewajiban latihan Hygiene Perusahaan kesehatan dan keselamatan Kerja bagi Paramedis Perusahaan, terdiri atas delapan pasal. Peraturan menteri ini mengatur setiap perusahaan yang mempekerjakan para medis diwajibkan mengirimkan setiap tenaga para medis untuk mendapat latihan bidang higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja. Penyelenggara latihan adalah Pusat dan Balai Higiene Perusahaan, Keselamatan dan kesehatan kerja.

16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 01/Men/1980 tentang Keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan, terdiri atas 19 Bab dan 106 pasal. Peraturan menteri ini mengatur pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan kecelakaan dan sakit akibat kerja pada tenaga kerja. Waktu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit organisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Setiap kecelakaan dan kejadian berbahaya harus dilaporkan.
Selanjutnya peraturan Menteri ini mengatur persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja antara lain tempat kerja dan alat kerja, perancah,tangga, alat angkat, kabel baja, tambang, rantai, dan peralatan bantu,mesin-mesin, peralatan konstruksi bangunan, konstruksi di bawah tanah, penggalian, pekerjaan memancang, pekerjaan beton,pembongkaran, perlengkapan penyelamatan dan pelindung diri dan ketentuan hukuman.

17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Per 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan kerja, terdiri atas sebelas pasal.
Semua perusahaan yang termasuk dalam ruang lingkup Undangundang Keselamatan kerja harus mengadakan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala.
Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan terhadap tenaga kerja/golongan tenaga kerja tertentu. Direktur Jenderal dapat menunjuk Badan sebagai penyelenggara pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api ringan, terdiri atas enam bab dan 27 pasal. Dalam peraturan ini kebakaran digolongkan menjadi golongan A, B, C dan D.
Sedang alat pemadam api ringan dibagi menjadi jenis cairan, jenis busa, jenis tepung kering dan jenis gas.
Alat pemadam api ringan harus ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai dan diambil dan dilengkapi tanda pemasangan. Dalam peraturan menteri ini juga diatur tatacara pemeiiksaan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan.

19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja terdiri atas 9 pasal, mengatur kewajiban pengurus dan Badan yang menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan untuk melaporkan penyakit akibat kerja yang ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan
berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus. Laporan disampaikan dalam dua kali 24 jam setelah penyakit akibat kerja didiagnosa. Dilampirkan daftar penyakit akibat kerja yang harus dilaporkan.

20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan, terdiri atas sepuluh bab dan 48 pasal. Peraturan menteri ini mencabut peraturan khusus FF dan peraturan khusus DD. Mengatur bejana tekan selain pesawat uap, termasuk botol-botol baja, bejana transport, pesawat pendingin,bejana penyimpanan gas yang dikempa menjadi cair terlarut atau terbeku. Peraturan ini mengatur tentang kode warna, cara pengisian,pengangkutan, pembuatan dan pemakaian, dan pemasangan,perbaikan dan perubahan teknis.

21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 02/Men/1982 tentang Kualifikasi Juru Las di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab, dan 36 pasal. Menurut peraturan ini, juru las digolongkan menjadi juru las kelas I, kelas II, dan kelas III. Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil memuaskan,dan mempunyai sertifikat juru las. Pengujian juru las terdiri dari ujian teori dan ujian praktek. Ujian praktek harus dapat menunjukkan keterampilan mengelas seperti yang ditentukan peraturan ini.

22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja, terdiri atas 12 pasal, mengatur hak setiap tenaga kerja untuk mendapat pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib memberikan pelayanan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja meliputi pemeriksaan kesehatan,pencegahan, pengobatan, rehabilitasi, dan konsultasi serta pembinaan teaga kerja. Juga diatur bebarapa cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja.

23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik, terdiri dari delapan bab dan 87 pasal, mengatur perencanaan, pemasangan, pemeliharaan dan pengujian instalasi alarm kebakaran otomatik di tempat kerja. Diatur ruangan dan bagiannya yang memerlukan detektor kebakaran.
Instalasi harus dipelihara dan diuji secara berkala, mingguan, bulanan atau tahunan, yang diatur tatacaranya dalam peraturan ini. Juga diatur berbagai sistem detektor alarm kebakaran, antara lain sistem deteksi panas, asap dan api.

24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan kera Pemakaian Asbes, terdiri atas sepuluh bab dan 25 pasal, melarang pemakaian asbes biru dan cara penggunaan asbes dengan menyemprotkan. Selain itu diatur kewajiban pengurus untuk menyediakan alat pelindung diri,penerangan pekerja, melaporkan proses dan jenis asbes yang digunakan, memasang tanda/rambu, pengendalian debu asbes,analisa debu asbes, buku petunjuk mengenai bahaya debu asbes dan cara pencegahannya. Kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri, memakai dan melepas alat pelidung diri di tempat yang ditentukan, dan melaporkan kerusakan alat pelindung diri, alat kerja dan/atau ventilasi.
Selain itu diatur kebersihan lingkungan kerja, dan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.

25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi, terdiri atas dua belas bab dan 147 pasal, mengatur ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat perlindungan, pengujian bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi mekanik,keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan,pengujian dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.

26. Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1985 tentang Pesawat angkat dan Angkut, terdiri atas dua belas bab dan 146 pasal,mengatur perencanaan, pembuatan, pemasangan, peredaran,pemakaian, perubahan dan atau perbaikan teknis,serta pemeliharaan pesawat angkat dan angkut. Syarat keselamatan mencakup bahan konstruksi, serta perlengkapan pesawat angkat dan angkut, harus cukup kuat, tidak cacat dan memenuhi syarat. Beban maksimum yang diijinkan harus ditulis pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. Setiap pesawat angkat dan angkut tidak boleh dibebani melebihi beban maksimum yang diijinkan. Peraturan ini mengatur
syarat-syarat teknis berbagai pesawat angkat dan angkut, termasuk komponen-komponennya. Demikian pula pesawat angkutan di atas landasan dan diatas permukaan, alat angkutan jalan riil, pengesahan,pemeriksaan dan pengujian.

27. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum nomor Kep 174/Men/86 - nomor 104/KPTS/86 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi, terdiri atas delapan pasal, menyatakan berlaku pedoman pelaksanaan tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi bangunan sebagai pedoman pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01/Men/1980. Menteri tenaga kerja dapat menunjuk ahli keselamatan kerja bidang konstruksi di lingkungan Departemen Pekerjaan umum,atas usul Menteri Pekerjaan Umum.

28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Tata-cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, terdiri dari 16 pasal. Peraturan Menteri ini mewajibkan pengusaha atau pengurus tempat kerja yang mempekerjakan 100 orang pekerja atau lebih atau menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko besar terjadi peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif membentuk P2K3. Keanggotaan P2K3 adalah unsur pengusaha dan unsur pekerja. Sekretaris P2K3 adalah ahli K3 dari perusahaan yang bersangkutan. Selain mengatur tugas dan fungsi p2K3, juga mengatur tentang tatacara penunjukan ahli K3.

29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1988 tentang Kualifikas dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator pesawat uap terdiri dari operator kelas I dan operator kelas II. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan, administrasi,mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya.
Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serta kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.

30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1988 tentang Berlakunya Standard Nasional Indonesia (SNI) No: SNI-225-1987 Mengenai Peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia 1987 (PUIL 1987) di Tempat Kerja, terdiri atas sepuluh pasal, memberlakukan PUIL 1987 di tempat kerja. Pengurus wajib menyesuaikan instalasi
listrik yang digunakan di tempat kerjanya dengan ketentuan SNI 225-1987.

31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 01 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat, terdiri atas delapan bab dan 13 pasal. Kualifikasi operator terdiri dari operator kelas I, Operator kelas II dan operator kelas III. Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan,administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya, dan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk masingmasing keran dicantumkan dalam lampiran peraturan ini.


32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir, terdiri atas sebelas bab dan 60 pasal, mengatur persyaratan istalasi penyalur petir tentang kemampuan perlindungan, ketahanan teknis dan ketahanan terhadap korosi, persyaratan bahan dan sertifikat atau hasil pengujian bagianbagian instalasi. Memuat persyaratan teknis untuk penerima,penghantar penurunan, pembumian, menara, bangunan yang mempunyai antena, persyaratan instalasi penyalur petir untuk cerobong asap. Selain itu diatur juga pemeriksaan dan pengujian,
pengesahan dan ketentuan pidana.

33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 02 Tahun 1992 tentang Tatacara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari lima bab dan 15 pasal, mengatur persyaratan untuk dapat ditunjuk menjadi ahli keselamatan dan kesehatan kerja harus memenuhi persyaratan pendidikan, pengalaman,pekerjaan, dan lulus seleksi. Ditetapkan berdasarkan permohonan dari pimpinan instansi dan dokumen pribadi yang perlu dilampirkan.
Kewajibannya adalah membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3 dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Tenaga Kerja serta merahasiakan keterangan yang didapat karena jabatannya. Diatur pula kewenangan Ahli Keselamatan
Kerja untuk memasuki tempat kerja, minta keterangan, memonitor dan menetapkan syarat keselamatan dan kesehatan kerja.

34. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari tujuh bab 21 pasal, mengatur jenis perusahaan jasa K3, serta bidang kegiatannya. Peraturan ini juga mengatur persyaratan administrasi dan persyaratan teknis untuk dapat menjadi perusahaan jasa K3.

35. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 05 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terdiri dari sepuluh bab dan 12 pasal serta tiga lampiran, mengatur tujuandan sasaran Sistem Manajemen K3, kriteria perusahaan yang wajib melaksanakannya, dan harus dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai suatu kesatuan. Ketentuan-ketentuan
yang wajib dilaksanakan perusahaan dalam menerapkan SMK3. Selain itu ketentuan mengenai Audit SMK3 dan Sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lampiran I memuat pedoman penerapan SMK3,lampiran II memuat pedoman teknis audit, lampiran III memuat formulir laporan audit dan lampiran IV memuat ketentuan penilaian hasil audit.

36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1998 tentang Tatacara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, terdiri dari enam bab dan 15 pasal, mengatur kewajiban pengurus atau pengusaha
DK3N – LK3I 12 melaporkan kecelakaan, tatacara pelaporan dan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan oleh pengawas ketenagakerjaan. Lampiran satu adalah bentuk laporan kecelakaan, lampiran II laporan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan kerja, lampiran III bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian penyakit akibat kerja, lampiran IV bentuk laporan pemeriksaan dan pengkajian peristiwa kebakaran/peledakan/bahaya pembuangan limbah.

37. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 04 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan Tata-kerja Dokter Penasehat, terdiri atas tujuh bab dan 15 pasal, mengatur tugas dan fungsi dokter penasehat, pengangkatan dan pemberhentian, tatacara pemberian pertimbangan medis, serta pelaporan dan pembinaan.

38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 03 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang, terdiri dari enam bab 34 pasal,mengatur kapasitas angkut dan jumlah orang yang dapat diangkut,persyartan teknis keselamatan bagian-bagian lift dan pemasangannya,mesin dan kamar mesin, talibaja dan tromol, ruang luncur dan lekuk
dasar, dll. Demikian pula persyaratan teknis keselamatan kerja pembuatan, pemasangan, perbaikan, dan perubahan lift serta pemeriksaan, pengujian dan pengawasannya.


Keputusan Menteri Tenaga Kerja

39.Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 155/Men/1984 yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 125/Men/1982 tentang Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W dan P2K3.
Keputusan Menteri ini merupakan pelaksanaan dari undang-undang keselamatan kerja pasal 10 yang antara lain menetapkan tugas dan fungsi P2K3 sebagai berikut :

a. Tugas pokok memberi saran dan pertimbangan kepada pengusaha/menyusun tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah-masalah K3.

b. Fungsi : menghimpun dan mengolah segala data/ atau permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja yang bersangkutan serta membantu pengusaha/ manajemen
mengadakan serta meningkatkan penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian K3

c. Keanggotaan : P2K3 beranggotakan unsur-unsur organisasi pekerja dan pengusaha/ manajemen.

Organisasi P2K3 terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan Anggota. Ketua P2K3 memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan P2K3 dibantu oleh wakil ketua. Sekretaris P2K3 memimpin dan DK3N – LK3I 13 mengkoordinasikan tudas-tugas Sekretariat dan melaksanakan keputusan P2K3.
Ketua P2K3 seyogyanya adalah top manajemen disuatu tempat kerja atau sekurang-kurangnya manajemen yang terdekat dengan pimpinan puncak, sedang Sekretaris P2K3 adalah tenaga profesional K3 yaitu manajer K3 atau ahli K3.
(lebih lanjut tentang P2K3 diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja)

40. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja terdiri atas enam pasal,mengatur mengenai tata cara diagnosis dan pelaporan penyakit akibat kerja. Lampiran I adalah bentuk laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja, sedang Lampiran II adalah laporan medik penyakit akibat kerja yang merupakan rahasia medik.
Keputusan Menteri ini merupakan pedoman pelaksanaan dari Undang-undang No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undangundang Kecelakaan Tahun 1947 yang telah diganti dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Pedoman ini dipakai untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memperhitungkan hal-hal tenaga kerja, yang meliputi bidang pengobatan mata, penyakit telinga, hidung dan tenggorok (THT), bidang orthopaedi, bidang penyakit dalam, bidang penyakit Paru, bidang penyakit akibat radiasi mengion, bidang psikiatri, bidang neurologi dan bidang penyakit kulit.

41. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja, terdiri dari enam bab dan 27 pasal, mengatur kewajiban pengusaha mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dengan menyediakan lembar data keselamatan bahan dan label dan menunjuk petugas dan ahli K3 kimia.
Selain itu diatur penetapanpotensi bahaya instalasi, nilai ambang batas kuantitas bahan kimia, serta penunjukan petugas dan ahli K3 kimia.

42. Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat kerja terdiri dari 12 pasal,menetapkan nilai ambang batas untuk iklim kerja, kebisingan, getaran,frekuensi radio/gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu.
Keputusan Menteri ini juga menetapkan batas waktu pemajanan untuk faktor-faktor fisik yang melampaui NAB.
ANALISIS HAZARDS AWAL DI TEMPAT KERJA

ANALISIS HAZARDS AWAL DI TEMPAT KERJA

ANALISIS HAZARDS AWAL DI TEMPAT KERJA

Setiap perusahaan atau industri berkewajiban untuk menaruh perhatian yang baik terhadap permasalahan K3 dan setiap karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut keselamatan dan kesehatannya telah dijamin sesuai dengan jenis dan bentuk pekerjaan yang dilakukan.

Tujuan Analisis Hazards

Penilaian (assessments ) dan inspeksi tempat kerja yang berbahaya merupakan kunci kegiatan pencegahan kecelakaan kerja. Tujuan dan kegunaan penilaian tersebut adalah :
-identifikasi potensi dan bahaya yang sudah ada.
-meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan kecelakaan dan gangguan kesehatan ditempat kerja.
-meyakinkan bahwa yang dilakukan sudah memenuhi standard dan peraturan yang ada.


Persyaratan Analisis Hazards

Setiap perusahaan atau industri berkewajiban untuk menaruh perhatian yang baik terhadap permasalahan K3 dan setiap karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut keselamatan dan kesehatannya telah dijamin sesuai dengan jenis dan bentuk pekerjaan yang dilakukan.
Merupakan tanggung jawab manajemen perusahan untuk :
meyakinkan bahwa seluruh potensi dan bahaya yang ada telah diidentifikasi, dihilangkan dan bagian mana saja yang tidak dapat ditangani;
memastikan bahaya-bahaya yang ada telah dikendalikan dan setiap pekerja telah dilindungi dari kemungkinan terkena pengaruh / akibat bahaya tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, biasanya departemen HSE melakukan :
Hazards assessments khususnya untuk seluruh proyek-proyek baru, berbagai jenis pekerjaan atau proses, setiap ada penambahan / modifikasi alat baru atau pemakaian bahan baku yang berbahaya.
Inspeksi rutin tempat kerja.
Selanjutnya departemen HSE akan meyakinkan kembali bahwa inspeksi yang dilakukan dan penilaian setiap bentuk / jenis bahaya telah berjalan efektif. Termasuk di sini antara lain :
Pelatihan identifikasi bahaya dan inspeksi keselamatan untuk inspektor.
Waktu yang diperlukan bagi inspektor untuk menyelesaikan seluruh tanggung-jawab kerjanya.
Menetapkan metode komunikasi antara inspektor, local safety committee dan senior manajemen.
Melakukan tindakan secepatnya untuk semua koreksi yang direkomendasikan.
Seluruh hasil penilaian dan inspeksi didokumentasikan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan ketentuannya.


Hazard Assessments

-Penilaian bahaya atau analisa keselamatan kerja sangat di rekomendasikan untuk pelaksanaan proyek-proyek, tugas atau pekerjaan baru. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi berbagai hal, seperti kemungkinan bahaya atau kondisi bahaya yang ada sesuai dengan bawaannya atau dapat juga munculnya bahaya saat pelaksanaan pekerjaan, tugas atau proyek-proyek baru. Jika seluruh bahaya telah diidentifikasi, pengendalian untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya-bahaya tersebut dapat ditetapkan dan diterapkan. Penilaian bahaya juga akan dilakukan jika ada modifikasi besar untuk suatu proyek, tugas dan pekerjaan.
- Preliminary hazard analysis checklist berikut dirancang untuk mengantisipasi setiap bentuk bahaya yang kemungkinan ada di lingkungan laboratorium. Versi tersebut dapat dimodifikasi untuk berbagai jenis dan lingkungan kerja.
- Pengawasan secara terus menerus dan inspeksi dari petugas safety diharapkan dapat untuk mengetahui berbagai bahaya yang terjadi selama berlangsungnya tugas, pekerjaan atau proyek baru.


Workplace Inspections

Empat macam bentuk inspeksi / pengawasan adalah sebagai berikut :

Informal Workplace Inspections- Seluruh karyawan diharapkan dapat menjaga kesadaran dan kepeduliannya secara terus-menerus terhadap bahaya dan potensi bahaya yang ada dilingkungan kerjanya.

- Berkaitan dengan ini, setiap pengawas yang diserahi tugas harus melakukan peninjauan lapangan secara reguler pada area kerja yang menjadi tanggung-jawabnya dan mengecek lingkungan kerja karyawan khususnya pada jam kerja dimulai. Tidak diperlukan laporan resmi pada bentuk pengawasan ini, walaupun demikian, setiap bahaya yang terdeteksi harus ditanggulangi secepatnya sesuai dengan kemampuan setiap karyawan. Jika tidak, bahaya tersebut dicatat dan dilaporkan kepada supervisor atau manajemen untuk koreksi.


Formal Workplace Inspections

- Seluruh lingkungan kerja akan diinspeksi setiap bulannya (disarankan pada hari dan waktu yang sama setiap bulannya) oleh pengawas dan atau petugas pengawas lingkungan kerja tersebut.

- Setiap pengawas yang terlibat dalam tugas ini akan membuat checklist pemeriksaan sesuai dengan lokasi kerjanya. Checklist ini akan dilengkapi setiap kali melakukan pemeriksaan dan beberapa supervisor (pengawas) harus meninjau kembali secara rutin dan memperbarui / update checklist yang diperlukan oleh bawahannya.
- Laporan inspeksi yang telah lengkap akan diteruskan ke Departemen HSE untuk ditinjau kembali.

- Selanjutnya Departemen HSE akan menyampaikan ringkasan laporan tersebut ke atasan puncak dan Panitia Keselamatan Daerah (Local Safety Committee) untuk di tinjau ulang. Supervisor area kerja yang bersangkutan harus meyakinkan bahwa tindakan perbaikan telah ditempuh sehingga bahaya yang ada telah dihilangkan atau dikendalikan.


Special Inspections

Special inspections dilakukan secepat mungkin sesudah terjadi kecelakaan, malfunction atau sesudah dikeluarkannya prosedur kerja yang baru atau ketika dilakukan penambahan mesin baru.
Supervisor area kerja bersangkutan dan perwakilan karyawan (disarankan yang menjadi anggota panitia keselamatan) yang melakukan bentuk inspeksi ini.
Laporan Inspeksi harus dilengkapi dan dibagikan ke Departemen HSE dan local safety committee untuk mendapatkan peninjauan kembali.
Sebagai tambahan, untuk beberapa kasus kecelakaan, dibutuhkan juga laporan Accident Investigation (lihat kembali artikel Accident Investigation yang pernah kami kirimkan dalam milis k3lh ini).
Petugas pengawas (supervisor ) area kerja yang bersangkutan harus meyakinkan kembali bahwa semua kondisi tidak aman yang ada telah dikendalikan secara efektif sebelum dilakukan kegiatan investigasi atau inspeksi.


Pre-Inspection

- Tinjau kembali Checklist Inspeksi yang telah lampau untuk menentukan bagian-bagian mana saja yang harus mendapatkan perhatian khusus.
- Buat formulir kosong yang berisi Checklist Inspeksi untuk area kerja yang akan diperiksa.


Inspection

Dengan menggunakan checklist inspeksi yang lama, yakinkan bahwa setiap bentuk ketidakefisienan yang ditemukan saat itu telah dilakukan perbaikan atau dikendalikan sehingga bahaya yang ada telah diminimalkan. Untuk bagian-bagian yang TIDAK dapat dikendalikan atau diperbaiki, beri tanda pada bagian tersebut dan jadikan sebagai persoalan yang utama pada Checlist Inspeksi yang terbaru.
Gunakan Checklist Inspeksi sebagai penuntun, untuk melengkapi inspeksi pada area yang telah ditentukan. Jangan hanya melihat dan melakukan pengawasan pada bagian-bagian yang terdapat dalam checklist. Pertimbangkan juga berbagai kondisi dan tugas-tugas yang tidak aman, seperti berbagai bentuk pelanggaran dari peraturan internal dan standard yang dipergunakan.
Untuk setiap bagian yang diperiksa, tentukan pernyataan pada Checklist Inspeksi :
Yes jika bagian tersebut aman.
No jika bagian tersebut membutuhkan perbaikan.
Untuk bagian-bagian yang diberi tanda NO, catat lokasinya, lakukan tindakan perbaikan dan tulis perhatian yang dibutuhkan pada comment sections. Gunakan bagian belakang blanko lembar Checklist jika dibutuhkan ruang yang lebih besar untuk pencatatan.


Post-Inspection

Tinjau kembali Checklist Inspeksi dan yakinkan bahwa semua informasi telah dicatat dengan lengkap.
Perbaiki setiap tindakan atau kondisi tidak aman jika memungkinkan. Pada Checklist Inspeksi, catat tanggal dan paraf untuk setiap bagian yang telah diperiksa. Yakinkan kembali bahwa tindakan pengamanan sementara telah dilakukan setiap saat secara permanen atau perbaikan lengkap yang memerlukan tambahan waktu. Untuk bagian-bagian yang membutuhkan pengeluaran besar, tulis dan jelaskan bahaya tersebut dan termasuk didalamnya kemungkinan dampaknya jika terjadi kecelakaan.
Kembalikan Checklist Inspeksi yang lama ke tempat semula jika telah selesai digunakan.
Kirimkan salinan Checklist Inspeksi yang terbaru ke Departemen HSE untuk ditinjau ulang dan didistribusikan. Jika pemeriksaan dilakukan oleh Supervisor, salinan checklist tersebut juga akan dikirimkan ke Local Safety Committee untuk peninjauan kembali. Untuk Safety Committee Inspections, salinan dari checklist juga akan dikirimkan ke supervisor yang bertugas di area kerja tersebut untuk peninjauan kembali.
Tempelkan salinan Checklist Inspeksi di lokasi lingkungan yang diperiksa.

Inspection Follow-Up

Untuk semua bentuk defisiensi, yakinkan bahwa tindakan perbaikan atau pengendalian telah dilakukan.
Pantau tindak lanjutnya secara reguler dan lakukan terus-menerus pada bagian-bagian yang membutuhkan tindakan perbaikan. Konsultasikan dengan Departemen HSE ketika dianggap penting.
Tinjau kembali secara periodic tindakan perbaikan atau metode-metode pengendalian yang dilakukan.
Yakinkan bahwa semua checklist telah dilengkapi dan telah dibagikan, dikirimkan dan disimpan sebagaimana mestinya.
KONSEP 5 S /5R

KONSEP 5 S /5R

KONSEP 5 S
"5S" Adalah kegiatan penatalaksana rumah tangga yang baik untuk dilaksanakan di setiap tempat kerja.



ARTI "5S"

1. SEIRI-SISIH: Sisihkan Barang Barang Yang Tidak Diperlukan Ditempat Kerja
2. SEITON-SUSUN: Sisihkan Barang Barang Yang Diperlukan Supaya Mudah Ditemukan Oleh Siapa saja Bila Diperlukan
3. SEISO-SASAP: Bersihkan Tempat Kerja Dengan Teratur Sehingga Tidak Terdapat Debu Dilantai Di Mesin dan Peralatan
4. SEIKETSU-SOSOH: Pelihara Taraf Kepengurusan Rumah Tangga Yang Baik Dan Organisasi Tempat Kerja Setiap Saat
5. SHITSUKE-SULUH: Suluh Semua Orang Mematuhi Disiplin Pengurusan Rumah Tangga Yang Baik Atas Kesadaran Sendiri


1. SEIRI/SISIH/RINGKAS

PRINSIP: identifikasi dan singkirkan barang yg tidak diperlukan di tempat kerja

METODE
Penyeragaman pengertian
Langsung meringkas tempat kerja
Pemeriksaan berkala
Pelembagaan kegiatan sisih/ringkas

HASIL IMPLEMENTASI
Mobilitas tinggi
Aliran kerja lancar
Keamanan dan kenyamanan
Produktivitas meningkat

2. SEITON/SUSUN/RAPI

PRINSIP: setiap barang mempunyai tempat yg pasti, jelas dan diletakkan pada tempatnya

METODE
Pengelompokan barang
Penyiapan tempat
Tanda batas
Tanda pengenal barang
Denah/peta pelaksanaan barang

HASIL IMPLEMENTASI
Kualitas kerja tinggi
Tidak ada barang hilang
Tidak ada penundaan pekerjaan

3. SEISO/SASAP/RESIK

PRINSIP: bersihkan segala sesuatu yg ada di tempat kerja. Membersihkan berarti memeriksa dan menjaga. Kerusakan kecil tidak mungkin dapat diperiksa pada masin yg kotor

METODE
Penyediaan sarana kebersihan
Pembersihan tempat kerja
Peremajaan tempat kerja
Pemberian tanda pada mesin yg belun dapat diperbaiki

HASIL IMPLEMENTASI
Tidak ada gangguan proses
Mengurangi kesalahan kerja

4. SEIKETSU/SOSOH/RAWAT

PRINSIP: semua orang memperoleh informasi yg dibutuhkan dengan tepat waktu. Pertahankan lingkungan 3S [Sisih, Susun, Sasap] yg telah dicapai, cegah kemungkinan terulang kotor/rusak

METODE:
Penentuan butir kendali
Penetapan kondisi tidak wajar
Mekanisme terpantau
Pola tindak lanjut
Pemeriksaan

HASIL IMPLEMENTASI
Resiko dan kerancuan kerja berkurang
Keselamatan kerja, kualitas produk dan efisiensi meningkat

5. SHITSUKE/SULUH/RAJIN

PRINSIP: suluh orang-orang untuk berdisiplin mengikuti cara dan aturan penanganan housekeeping atas dasar kesadaran. Lakukan apa yg harus dilakaukan dan jangan melakukan apa yg tidak boleh dilakukan

METODE:
Penetapan target bersama
Pengembangan teladan atasan
Pembinaan hubungan karyawan
On going traing

HASIL IMPLEMENTASI
Mendukung efisiensi dan produktivitas kerja
Muncul kebanggaan profesional


BENEFITS IMPLEMENTASI 5S/5R

ZERO WASTE
ZERO INJURY
ZERO BREAKDOWN
ZERO DEFECT
ZERO SET-UP TIME
ZERO LATE DELIVERY
ZERO CUSTOMER’S CLAIM
ZERO DEFICIT


SYARAT AGAR 5S/5R SUKSES

Partisipasi semua pihak
Komitmen top majemen
Penerapan 5S tanggung jawab direktur/GM
Meeting/konferensi 5S
Penjelasan metode dan pendekatan yang digunakan
Direktur/GM mengadakan tour ke pabrik secara periodik
Program 5S harus menghasilkan sesuatu yg nyata sejak awal pelaksanaan


CARA MELAKSANAKAN 5 S DI PERUSAHAAN

meminta komitmennya
Bersama manajemen adakan plant tour
Penentuan lokasi tempat kerja sbg objek, secara bertahap dan perluas ke tempat kerja lainnya
Pembentukan kelompok kerja (5-10 orang)
Penentuan ‘5S Corner’ tempat penyampaian informasi
KESELAMATAN SISTEM KERJA

KESELAMATAN SISTEM KERJA

Keselamatan sistem kerja adalah merupakan dasar pencegahan kecelakaan dan harus secara penuh mendokumentasikan potensi bahaya, tindakan pencegahan dan metode kerja yang aman termasuk training pekerjaan.

Keselamatan sistem dapat direncanakan dengan menggunakan teknik yang disebut dengan “ANALISIS KESELAMATAN TUGAS-TUGAS” (Task Safety Analysis) atau dengan “ANALISIS KESELAMATAN PEKERJAAN” (Job Safety Analysis).[Dalam Buku: Keselamatan dan Kesehatan Kerja-K3, Oleh: TARWAKA, PGDip.Sc.M.Erg.]


DEFINISI

Analisis Keselamatan Pekerjaan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk meninjau ulang metode dan mengidentifikasi praktek pekerjaan yang tidak selamat yang selanjutnya dapat dilakukan suatu tindakan korektif sebelum kecelakaan benar-benar terjadi.
melalui:
Identifikasi potensi bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang terkait dengan masing-masing tahapan pekerjaan, dan
Pengembangan langkah-langkah yang selamat untuk meniadakan, mengendalikan atau mencegah potensi bahaya terjadinya kecelakaan.

Konsep dasar perlunya analisis keselamatan pekerjaan

Setiap peristiwa kecelakaan atau musibah selalu ada penyebabnya;
Setiap jenis pekerjaan atau tugas-tugas dapatlah diuraikan ke dalam suatu urutan tahapan proses kerja yang lebih sederhana;
Setiap tahapan proses kerja akan dapat dikenali potensi bahayanya; dan
Setiap potensi bahaya yang beresiko sebagai penyebab terjadinya kecelakaan atau kerugian pada setiap tahapan proses kerja akan dapat dicegah dan dikendalikan.


PRINSIP IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA, berdasarkan kelompok energi;

Energi gravitasi dan akselerasi
Energi listrik
Energi mekanik
Energi kimia
Energi panas
Energi tekanan atau pressure
Energi suara dan vibrasi
Energi radiasi
Energi peledakan
Energi manusia
Energi mikrobiologi


Potensi bahaya dapat diidentifikasi melalui;

Analisis kecelakaan, cedera dan kejadian hampir celaka
Konsultasi dengan pekerja
Walkthrough survey
Rekomendasi pengurus P2K3;
Laporan monitoring higiene industri;
Hasil tinjauan ulang operasional pabrik;
Hasil investigasi kecelakaan atau kejadian kecelakaan yang lalu;
Laporan K3 dan eksternal audit K3
Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)
Peraturan perundang-undangan bidang K3 dan standar K3 yang berlaku;
Pengkajian dan pemantauan kesehatan pekerja;
Program identifikasi terhadap potensi bahaya manual handling;
Evaluasi resiko bahan-bahan berbahaya;
Tinjauan ulang terhadap pabrik dan peralatan kerja;
Analisa keselamatan pekerjaan untuk tugas-tugas berbahaya; dll


Prinsip Pemindahan Energi

Kontak Dengan (Contact With):
Menbentur (Struck Against):
Terbentur Oleh (Struck By):
Jatuh ke Bawah (Fall to Below):
Jatuh ke Lantai (Fall to Ground):
Terjepit di Antara (Caught Between):
Overstress;


PRINSIP PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA

1. Hazards Identification
2. Risks Assessment
3. Risks Control
4. Assignment
5. Review of Control


METODE PENGENDALIAN POTENSI BAHAYA

1. Long Term Gain
2. Short Term Gain


OPSI: Pengendalian Potensi Bahaya

OPSI 1: Eliminasi atau Meniadakan Potensi Bahaya
OPSI 2: Mengurangi Potensi Bahaya pada Sumbernya
OPSI 3: Menutup Sumber Bahaya
OPSI 4: Memindahkan Tenaga Kerja dari Sumber Bahaya
OPSI 5: Mengurangi Pemaparan Tenaga Kerja dari Sumber Bahaya
OPSI 6: Penggunaan Alat Pelindung Diri

TAHAPAN ANALISIS KESELAMATAN PEKERJAAN

1. Pembuatan Daftar Pekerjaan
2. Penentuan Jenis Pekerjaan yang akan dianalisis
3. Mengurai Tugas ke dalam langkah-langkah dasar
4. Identifikasi Potensi Bahaya pada setiap langkah dasar
5. Pelaksanaan Analisis Keselamatan Pekerjaan
INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA

INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA

INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA
Accident (Incident) Investigation
Organized process using written procedures that are applied every time an incident occurs regardless of its severity.

kegiatan inspeksi tempat kerja secara khusus, yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa kecelakaan atau insiden yang menimbulkan penderitaan kepada manusia serta mengakibatkan kerugian dan kerusakan terhadap properti /harta benda dan aset perusahaan lainnya
Krusial untuk dilakukan sesegera mungkin setelah setiap adanya kejadian kecelakaan
Sering saling menunjuk dan menyalahkan pihak lain [dalam Buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja; Oleh TARWAKA, PGDip.Sc., M.Erg.].


Accident (Incident) Investigation Purpose:

Untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi
Mencari solusi terbaik guna mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kecelakaan
!!Fact Finding NOT Fault Finding!!


Benefits:

Dapat Menjelaskan tentang apa yang terjadi.
Dapat Menentukan penyebab sebenarnya.
Dapat Menentukan resiko kecelakaan.
Dapat Mengembangkan sarana pengendalian.
Dapat Mendefinisikan arah kecenderungan.
Dapat Mendemonstrasikan perhatian.


Procedure:

Identify causal factors (contributing)
Evaluate causal factors & other hazards
Select Corrective Actions


INVESTIGATOR

1. JAJARAN SUPERVISOR, alasan;
Supervisor mempunyai kepentingan individu
Supervisor tahu tentang pekerja dan kondisi tempat kejadian
Supervisor tahu bagaimana dan dimana mendapatkan informasi yang diperlukan
Supervisor adalah orang yang akan memulai dan melakukan tindakan

2. JAJARAN MANAJER, bila dalam situasi;
Terdapat kerugian besar atau potensi insiden yang tinggi.
Kecelakaan atau insiden melibatkan area atau tempat kerja di bawah supervisor lain.
Tindakan perbaikan melibatkan pertanggung jawaban yang luas atau memerlukan beaya yang besar.

3. STAF/ KARYAWAN TERTENTU
Bila perlu di analisa oleh ahli teknik khusus
Ahli -ahli yang terlibat dapat befungsi sebagai penasehat investigator
Petugas atau ahli K3
Anggota P2K3, dll.


LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI INTERNAL

Banyak hal yang dapat dilakukan pada saat peristiwa kecelakaan terjadi, seperti;
membantu mengurus orang-orang yang terkena musibah,
mencegah merembetnya kecelakaan atau insiden yang kedua,
melihat dan mengamati tempat kejadian,
mewancarai saksi-saksi,
memeriksa peralatan/mesin dan catatan-catatan yang relevan,
menganalisa penyebab kecelakaan,
membuat laporan,
melakukan upaya tindakan korektif dan
mengupayakan agar orang-orang dapat segera kembali bekerja


LANGKAH/ METODE INVESTIGASI, meliputi;

Merespon kondisi emergensi secara cermat dan berfikir positif
Mengumpulkan informasi yang relevan [Gather the evidence – photos, interview]
Menganalisa seluruh penyebab yang signifikan [Analyze the information- write report]
Mengembangkan dan melakukan tindakan perbaikan
Mereview temuan dan rekomendasi
Tindak lanjut efektifitas tindakan korektif yang diaplikasikan

1]. TINDAKAN AWAL BILA TERJADI KECELAKAAN

Mengendalikan situasi pada tempat kejadian
Memberikan pertolongan pertama dan menghubungi pos pelayanan emergensi
Mencegah potensi kecelakaan merembet
Mengidentifikasi sumber-sumber bukti informasi di tempat kerjadian
Mengamankan bukti dari perubahan dan pemindahan
Melakukan investigasi untuk menentukan potensi kerugian
Memberitahukan kepada pengurus atau manajer perusahaan

2]. TINDAKAN PERBAIKAN

1. TINDAKAN PERBAIKAN SEMENTARA

2. TINDAKAN PERBAIKAN PERMANEN


LAPORAN INVESTIGASI KECELAKAAN KERJA

merupakan media komunikasi formal tentang fakta-fakta penting untuk diketahui oleh orang-orang yang berkepentingan terhadap peristiwa kecelakaan yang terjadi.
merupakan suatu catatan peristiwa kecelakaan yang akan digunakan di dalam program pengendalian kerugian.
memberikan umpan balik untuk membantu kinerja supervisor di dalam pemecahan masalah yang terjadi.
Setiap kegiatan investigasi harus dibuat laporan secara tertulis.
Laporan kecelakaan dan analisis penyebab kecelakaan, sebaiknya menggunakan standar formulir yang baku


SISTEMATIKA TEKNIK ANALISIS PENYEBAB KECELAKAAN (STAPK)

merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menyelidiki atau menginvestigasi kecelakaan atau insiden dengan potensi kerugian dan kerusakan besar
dilakukan dengan mengecek secara cermat pada setiap tahapan proses investigasi
yang dimaksud dengan kecelakaan atau insiden potensial tinggi adalah suatu kecelakaan atau insiden yang melibatkan kerugian besar (Major loss) atau bencana besar (Catastrophe) yang mungkin menyebabkan banyak kematian dan kerusakan lingkungan secara luas

Teknik analisis penyebab kecelakaan terfokus pada penyebab dasar kecelakaan yang meliputi 2 (dua) faktor penyebab;
1. Faktor personal pekerja dan

1.1 Ketidak-mampuan
1.2 Kekurang-pengetahuan
1.3 Kekurang-ketrampilan
1.4 Stres
1.5 Kurang Motivasi

2. Faktor pekerjaan

2.1 Kepemimpinan dan Pengawasan
2.2 Teknik
2.3 Sistem Pembelian
2.4 Sistem Pemeliharaan
2.5 Perkakas dan Peralatan Kerja
2.6 Standar Kerja
INSPEKSI TEMPAT KERJA

INSPEKSI TEMPAT KERJA

OBJEK YANG HARUS DIINSPEKSI

Hazards yang berpotensi menyebabkan cedera atau sakit dan masalah-masalah K3 yang ada di tempat kerja;
PERPU bidang K3 dan standar yang berkaitan dengan hazard, tugas-tugas, proses produksi tertentu yang diterapkan di masing-masing perusahaan;
Masalah-masalah K3 yang terjadi sebelumnya, meskipun resikonya kecil.[dalam buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja- K3, Oleh: TARWAKA, PGDip.Sc.M.Erg.]].


TUJUAN Umum Program Inspeksi

UNTUK Mengidentifikasi:
masalah-masalah yang potensial yang tidak terantisipasi selama proses;
defisiensi atau ketidakfungsian mesin dan peralatan kerja;
kondisi lingkungan kerja dan tindakan-tindakan tidak aman atau tidak sesuai dengan prosedur kerja;
pengaruh dari perubahan proses produksi atau perubahan material;
tindakan korektif yang kurang tepat yang dapat menimbulkan masalah lain di tempat kerja;
Menyediakan informasi K3 sebagai bahan evaluasi;
Mendemonstrasikan komitmen manajemen


TUJUAN Khusus dan Sasaran Program Inspeksi, untuk;

pengendalian dan pengawasan sumber-sumber bahaya K3, Permasalahan K3 dapat dideteksi secara lebih awL, resolusi sebelum kecelakaan terjadi.
menjamin agar setiap tempat kerja berjalan sesuai dengan PERPU, standar, norma maupun petunjuk teknis yang berkaitan dengan bidang K3 yang ditetapkan baik oleh pemerintah maupun kebijakan perusahaan.
bahan diskusi dengan tenaga kerja terhadap isu-isu K3 yang sedang dihadapi.


Considerations for Safety Inspections, in general;

Pembatasan ruang lingkup inspeksi;
Teknik inspeksi yang akan dilakukan;
Bentuk laporan inspeksi;
Penunjukan PETUGAS yang terlibat dan PENANGGUNG JAWAB dalam kegiatan inspeksi;
Langkah-langkah praktis yang harus diambil untuk menjamin bahwa tindakan korektif telah diimplementasikan;
Review tindakan korektif.


Considerations for Safety Inspections, individual inspector;

Experienced with the facility & operation

Knowledgeable of relevant regulations, codes, & company policies

Competent of the inspection steps

Capable of collecting, evaluating, & reporting the data


Jenis-jenis inspeksi

Inspeksi Informal
Inspeksi Terencana
Inspeksi Umum atau inspeksi rutin
Inspeksi Khusus

INSPEKSI INFORMAL

Inspeksi yang tidak direncanakan sebelumnya, dilakukan atas kesadaran orang-orang yang menemukan atau melihat masalah K3 di dalam pekerjaannya sehari-hari.
cukup efektif karena masalah-masalah yang muncul langsung dapat dideteksi, dilaporkan dan segera dapat dilakukan tindakan korektif
mempunyai keterbatasan dan kelemahan
Dapat menggunakan Kartu Catatan Temuan Keselamataan dan Kesehatan Kerja (KCTK3)


INSPEKSI RUTIN / UMUM

dibuat Standar Prosedur Inspeksi (SPI)
dibuat Standar Laporan Inspeksi (SLI)
segera melakukan tindak lanjut (follow-up) dan atau resolusi terhadap masalah-masalah K3 yang telah diidentifikasi
langkah-langkah perbaikan segera dilakukan

inspeksi umum VS Inspeksi khusus;

inspeksi umum direncanakan dengan cara walk-through survey keseluruh area kerja dan bersifat komprehensif.

inspeksi khusus direncanakan hanya untuk diarahkan kepada kondisi-kondisi tertentu, seperti; mesin-mesin, alat kerja, dan tempat-tempat khusus yang telah diketahui mempunyai resiko tinggi.


Keuntungan dari inspeksi umum

Inspektor dapat mencurahkan segala perhatiannya untuk melakukan inspeksi;
Inspektor dapat melakukan observasi menyeluruh tentang K3 di tempat kerja;
Checklist yang akan digunakan untuk inspeksi telah dipersiapkan dengana baik;
Laporan temuan dan rekomendasi segera dapat dibuat
Tindakan korektif yang sesuai dapat segera diimplementasikan


LANGKAH-LANGKAH INSPEKSI

1] Tahap Persiapan
Mulailah dengan sikap perilaku positif
Rencanakan Inspeksi.
Tentukan apa yang akan dilihat
Pahami apa yang akan dicari
Buatlah Checklist.
Lihatlah laporan inspeksi sebelumnya
Siapkan alat dan bahan untuk inspeksi

2). Pelaksanaan Inspeksi
Berpedoman pada peta pabrik (Workplaces Mapping) dan checklist.
Carilah sesuatu atau masalah sesuai poin-poin dalam checklist.
Ambil tindakan perbaikan sementara.
Jelaskan atau tulislah masalah-masalah yang ditemukan dan ditempatkan setiap hal dengan jelas.
Klasifikasikan hazard menurut tingkat resiko kekerapan (probability) dan keparahannya (severity).
Tentukan faktor penyebab utama adanya tindakan dan kondisi yang tidak aman.


3). Pengembangan Upaya Perbaikan

Pada saat inspeksi dapat langsung melakukan tindakan seperti; membersihkan ceceran atau tumpahan cairan di lantai, memasang pengaman mesin yamg dilepas, memindahkan bahan yang tidak dipakai atau sampah dari lokasi kerja, dll.

Tindakan ini merupakan pengembangan pada saat inspeksi sekaligus memberikan contoh kepada tenaga kerja.


4). Tindakan Korektif
Buat skala prioritas upaya-upaya perbaikan yang harus dikerjakan;
Monitoring terhadap program perbaikan dan anggaran beaya sampai implementasi perbaikan selesai;
Verifikasi atau pembuktian bahwa tindakan perbaikan dimulai sesuai jadwal yang telah direncanakan, dan dikerjakan oleh orang yang tepat;
Monitoring selama pengembangan, konstruksi dan atau modifikasi untuk menjamin bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan apa yang dimaksud;
Lakukan uji kelayakan setelah selesai implementasi sarana perbaikan;
Lakukan review terhadap implementasi sarana perbaikan secara berkala.


INSPEKSI KHUSUS

kegiatan inspeksi yang dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensial hazard terhadap objek-objek kerja tertentu dg resiko tinggi
hasilnya sebagai dasar pencegahan dan pengendalian resiko.
Objek-objek khusus mencakup; mesin-mesin dan komponennya; peralatan kerja, bahan berbahaya dan beracun; dan lokasi tempat kerja tertentu yang membahayakan termasuk peledakan, kebakaran dan pencemaran lingkungan

Langkah melakukan inspeksi secara khusus

Membuat DAFTAR INVENTARISASI OBJEK KERJA (DIOK) yang mencakup; seluruh lokasi tempat kerja, struktur bangunan pabrik, mesin-mesin, peralatan kerja, bahan berbahaya yang ada di perusahaan

Membuat KARTU CATATAN OBJEK INSPEKSI (KCOI)
MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEKNOLOGI

MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEKNOLOGI

MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM TRANSFER TEKNOLOGI (CHANGE MANAGEMENT IN TRANSFER OF TECHNOLOGY)<

TANTANGAN DALAM ALIH DAN PILIH TEKNOLOGI
adalah meningkatnya tekanan kompetisi yang luar biasa (competitive pressure) akibat pasar bebas dunia baik tingkat ASEAN (AFTA) maupun tingkat dunia. [Dalam Buku: Keselamatan dan Kesehatan Kerja-K3, Oleh TARWAKA, PGDip.Sc.M.Erg.]


Faktor yg mempengaruhi competitive pressure;

Adanya kompetisi global (the globalization of competition).
De-regulasi yang sering berubah-ubah karena adanya tekanan kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Adanya perubahan teknologi yang sangat cepat, lebih cepat daripada kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam menghadapi perubahan dan kemajuan teknologi.
Tuntututan masyarakat pengguna (Customers demands), menghendaki adanya perubahan.
Sering terjadi “over capacity”. Yg menyebabkan “machines dysfunction“
Untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan, dapat mengacu melalui Pengembangan Organisasi dan Manajemen (Organisation Development and Management-ODAM).
ODAM adalah merupakan suatu manajemen yang sangat konsen terhadap optimalisasi desain sistem kerja dan organisasi melalui berbagai pertimbangan seperti;
personel yang relevan,
alih dan pilih teknologi secara tepat
lingkungan serta
interaksi antara variabel tersebut.


ODAM juga dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistem sosio-teknik dari atas ke bawah (top-down socio-technical systems approach) untuk mendesain organisasi, sistem kerja dan tugas-tugas dengan mempertimbangkan 4 sub-sistem yang saling berhubungan yaitu;
Sub-sistem manusia (Personnel sub-system);
Sub-sistem teknologi (Technological sub-system);
Sub-sistem struktur organisasi (Organisational structure sub-system) dan;
Sub-sistem lingkungan (Environment sub-system).

Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengharmonisasikan secara penuh baik pada tingkat makro maupun mikro organisasi untuk meningkatkan produktivitas, kepuasan kerja, kesehatan dan keselamatan serta komitmen pekerja.


HAL-HAL YG HARUS DIPERHATIKAN DALAM ALIH DAN PILIH TEKNOLOGI

Data karakteristik fisik dan mental populasi pemakai dari negara pengguna.
Signifikan data dari aspek sosio-budaya serta adat dan kebiasaan negara pengguna.
Data Lingkungan tempat kerja dimana bahan/mesin/ peralatan akan digunakan.
Bahan/mesin/peralatan harus mempunyai karakteristik yang sehat, selamat dan efisien, seperti; bising dan vibrasi yang ditimbulkan mesin intensitasnya rendah.
Target waktu pembuatan dan pengiriman.
Kompetisi di luar penerapan K3 dan ergonomi juga perlu dipertimbangkan, seperti; penetapan harga berdasarkan inovasi dan kreativitas dari pembuat produk.


KONSEP TRANSFER TEKNOLOGI

Technically Fit
Economically Fit
Work Sistem Fit
Socio-Cultural Fit
Safe Energy
Preservation of The Living Environment


Participatory Approaches
KONSEP PARTISIPATORI

Involvement

Contribution

Rerponsibility


PARTICIPATORI DALAM KINERJA K3

Para ahli K3 (Safety Officer) dan ahli-ahli lain seperti Ergonomist, Engineer, Dokter perusahaan dll., dapat bergabung secara aktif dalam “PARTICIPATORY IN HEALTH AND SAFETY” sebagai konsultan dalam bidang K3 dan Ergonomi.

ANTISIPASI DAMPAK PEMAKAIAN TEKNOLOGI

UNTUK MENGANTISIPASI DAMPAK HARUS ADA KESERASIAN ANTARA ASPEK;
Liveware
Hardware
Software


TEKNOLOGI OTOMATISASI

Istilah otomatisasi merupakan suatu tingkat mekanisasi.
Sistem otomatisasi secara penuh, tidak memerlukan input manusia atau upaya manusia secara manual.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, otomatisasi secara penuh hanya sesuai digunakan untuk proses operasi yang terus menerus

Faktor yang mendukung proses otomatisasi

Meningkatnya upah buruh;
Kesulitan atau bahaya operasi kepada manusia;
Keinginan untuk penetrasi pasar melalui biaya rendah dan pengurangan harga; dll.


Faktor yang tidak mendukung proses otomatisasi
Insentif pemerintah untuk buruh tidak tersedia;
Tidak tersedianya teknologi otomatisasi;
Biaya untuk investasi tehnologi otomatisasi sangat tinggi;
Keterbatasan pasar karena meningkatnya produksi;
Tekanan sosial dan internal (seperti; organisasi swadaya masyarakat, serikat pekerja, dll);
Prosentase upah buruh yang rendah dalam total biaya produk, dll.


EFEK OTOMATISASI

Pemecahan/pembagian tugas-tugas
Pengawasan [controlling]
Training
Perubahan aturan kerja
Otonomi atau kemandirian menjadi rendah
Ketergantungan kepada yang lain meningkat
Salah penempatan pekerja
Kejenuhan dan stres, dll.


STRATEGI BISNIS

Hal-hal yang harus dipertimbangkan agar bisnis dapat berkompetisi

People as Assets
Employee Well-Being
Empowerment and Involvement
Improved Morale and Employee Relations
Union Relations
International Competition
Safety
Meeting Human Resource Trends
Rapidly Changing Technology
Speed of Learning
Customer Appeal