TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM

TRAINING K3 SEBAGAI SUATU SISTEM

TRAINING FOR HEALTH AND SAFETY AS A SYSTEM
Untuk dapat menjalankan suatu bisnis atau usaha secara sukses, diperlukan suatu manajemen tentang kualitas produk atau servis, menejemen produktivitas dan sekaligus manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap, baik orang-orang yang bekerja di dalam perusahaan, orang-orang yang berkaitan dengan perusahaan maupun orang-orang yang menggunakan produk. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mendiskripsikan suatu sistem manajemen secara jelas dan tepat [Dalam Buku: Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja, Penulis: TARWAKA,PGDip.Sc. M.Erg].

KERANGKA PERUNDANGAN TRAINING K3

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja mensyaratkan pentingnya penyelenggaraan training K3 untuk pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. Pada Bab V. Pasal 9 mensyaratkan diadakan pembinaan di perusahaan:
 Ayat 1: Menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang: (a). Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya; (b). semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya; (c). alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan; dan (d) cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam meleksanakan pekerjaannya.
 Ayat 3: Menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan K3 dan P3K.

 Permenakertrans No.: Per/01/MEN/1976 tentang kewajiban latihan hiperkes bagi dokter perusahaan:
 Pasal 1: Menyatakan bahwa setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hyperkes dan KK.
 Permenakertrans No.: Per-01/MEN/1979 tentang kewajiban latihan Hiperkes dan KK bagi tenaga paramedis perusahaan:
 Pasal 1: Menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga paramedis diwajibkan untuk mengirimkan setiap tenaga tersebut mendapatkan latihan dalam bidang Hyperkes dan KK.
 Permenakertrans No.: Per. 05/MEN/1978 tentang syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik untuk pengangkutan orang dan barang:
 Pasal 5: Menyatakan bahwa orang yang dikerjakan untuk memasang, membongkar, merawat dan melayani lif harus mempunyai kemampuan khusus dan atau telah mendapat latihan khusus.
 Permenaker No.: Per. 05/MEN/1985 tentang Pesawat angkat dan angkut:
 Pasal 4: Menyatakan bahwa setiap pesawat angkat dan angkut harus dilayani oleh operator yang mempunyai kemampuan dan telah memiliki ketrampilan khusus tentang pesawat angkat dan angkut.
 Permenaker No.: Per. 01/MEN/1988 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap:
 Pasal 1 (e): Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian pesawat uap.
 Pasal 5 (1): Pelaksanaan kursus operator dapat dilakukan oleh Depnaker atau lembaga yang ditunjuk.

 Permenaker No.: Per. 01/MEN/1989 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator keran angkat:
 Pasal 1 (e): Operator adalah tenaga kerja berkeahlian khusus untuk melayani pemakaian keran angkat
 Pasal 5 (1): Pelaksanaan kursus operator dapat dilakukan oleh Depnaker atau lembaga yang ditunjuk.

TRAINING SEBAGAI SUATU SISTEM

Training K3 adalah suatu proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja atau suatu kelompok unit kerja dengan menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (andragogi) yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam bidang K3.

Training sebagai suatu sistem sekurang-kurangnya terdiri dari 5 (lima) proses sebagai suatu subsistem yang terintegral, kelima sistem tersebut adalah:
1. Proses Identifikasi Kebutuhan Training
2. Proses Perencanaan Training
3. Proses Pengembangan Training
4. Proses Penyelenggaraan Training dan
5. Proses Evaluasi dan Pelaporan Training


PROSES I: IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TRAINING

Kebutuhan training dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kemampuan dan ketrampilan yang diharapkan sebagai tuntutan pelaksanaan tugas secara optimal (what should be) dan kemampuan yang dimiliki (what is).

Identifikasi kebutuhan training adalah suatu studi secara sistematis dan sistemik dalam rangka pengambilan keputusan tentang perlu tidaknya dilakukan training

Tujuan identifikasi kebutuhan training:
 Untuk penetapan program training yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
 Untuk efisiensi dalam beaya penyelenggaraan training
 Untuk membuat skala prioritas sesuai kebutuhan mendesak dari suatu training
 Untuk pembinaan dan pengembangan karier peserta

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Training
Faktor Internal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan training antara lain:
 Adanya sumber bahaya di tempat kerja
 Adanya kekurang pengetahuan dan ketrampilan tenaga kerja untuk mengatasi suatu masalah yang selalu muncul di tempat kerja
 Adanya tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghendaki adanya perubahan, dll.
Faktor Eksternal organisasi yang mempengaruhi kebutuhan training antara lain:
 Adanya peraturan perundangan yang mewajibkan untuk dipatuhi oleh suatu organisasi kerja
 Adanya tuntutan pasar terhadap pemenuhan standar mutu
 Adanya tranfer teknologi baru, dll.

PROSES II: PERENCANAAN PROGRAM TRAINING

Perencanaan program training meliputi serangkaian kegiatan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penentuan Tujuan dan Sasaran Training.
2. Waktu Pencapaian Program Training
3. Penanggung Jawab Program Training
4. Pendokumentasian dan Monitoring Penyelenggaraan Program Training

PROSES III: PENGEMBANGAN PROGRAM TRAINING
Pengembangan program training ini merupakan proses ketiga, dimana program training harus secara nyata disusun secara lengkap untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada proses sebelumnya.

Pada kenyataannya, banyak sekali jenis-jenis training K3 yang dapat dikembangkan dan diselenggarakan oleh internal perusahaan, terutama untuk tujuan dan materi yang menyangkut masalah yang spesifik di tempat kerja, antara lain;

Internal and In-the-job training; seperti:
 Tool box training yang dapat dilakukan oleh supervisor di tempat kerja
 Induction training
 Training tentang penanganan sumber bahaya tertentu
 Training tentang penggunaan alat pelindung diri, dll.

Individual and self-directed Training; seperti:
 Belajar dari rekaman video tentang SMK3 yang dapat diikuti secara individu sesuai dengan kebutuhan masing-masing
 Belajar program K3 melalui database komputer, dll.


PROSES IV: PENYELENGGARAAN TRAINING
Agar penyelenggaraan training dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penyelenggara atau penanggung jawab kegiatan harus melakukan persiapan yang matang tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan training seperti:
 Pembentukan tim penyelenggara (jika diperlukan), dengan penugasan masing-masing termasuk pemantauan, penilaian, dan bimbingan peserta
 Penentuan dan pemilihan trainer sesuai bidang ajar training
 Persiapan sarana dan prasarana training yang diperlukan
 Penyiapan materi training untuk peserta
 Penetapan dan pemilihan peserta sesuai jenis training
 Khusus untuk training yang diselenggarakan oleh pihak eksternal, penanggung jawab tinggal melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara atau perusahaan jasa K3 yang telah ditunjuk.

Dalam pelaksanaannya, training dapat dilakukan baik secara klasikal dengan tatap muka di kelas dan atau non klasikal seperti on-the-job training. Selanjutnya tugas penyelenggara dalam pelaksanaan training antara lain meliputi:
 Pemantauan terhadap pelaksanaan program proses training sesuai jadwal yang disusun, baik yang berkaitan dengan trainer, peserta, media pembelajaran, sarana dan prasarana.
 Pemantauan terhadap pelayanan fasilitas penyelenggaraan training
 Pemantauan terhadap komplain kekurangan dalam penyelenggaraan training.

PROSES V: EVALUASI TRAINING
Proses evaluasi menempati posisi yang cukup strategis di dalam penyelenggaraan program training secara keseluruhan. Mengingat pentingnya proses evaluasi ini, maka tidak ada suatu usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki mutu training jika tidak diakhiri dengan proses evaluasi. Sedangkan manfaat dari evaluasi training setidak-tidaknya adalah:
 Membantu memahami sesuatu yang telah dilaksanakan
 Membantu untuk membuat keputusan tentang apa yang akan direncanakan dan dilaksanakan untuk program yang akan datang
 Meningkatkan kualitas training yang akan datang


KESIMPULAN
1. Training K3 bukanlah suatu alternatif yang murah untuk dapat memindahkan atau menghilangkan hazard dari sumbernya.
2. Training K3 merupakan bagian integral dari strategi menejemen K3 perusahaan.
3. Training K3 diperlukan untuk penerapan kebijakan perusahaan dan prosedur kerja, untuk memelihara dan menggunakan sistem informasi K3 dan agar para menejer mampu memenuhi peran dan tanggung jawabnya dalam bidang K3.
4. Kualitas training K3 memerlukan pengorbanan beaya, waktu dan komitmen bersama.
5. Tanpa adanya pendekatan yang terstruktur, penyelenggaraan training tidaklah akan efektif dan bahkan menjadi kontra produktif.